Assalamu'alaikum Wr.Wb

Woww...membaca al qur’an dapat mencerdaskan otak

Sunday 5 June 2011

Menurut hasil penelitian ternyata membaca Al
Qur’an sehabis maghrib dan sesudah subuh itu dapat meningkatkan
kecerdasan otak sampai 80 % , karena di sana ada pergantian dari siang
ke malam dan dari malam kesiang hari di samping itu ada tiga aktifitas
sekaligus , membaca , melihat dan mendengar .
“Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang kuat ingatan atau hafalannya. Di antaranya, menyedikitkan makan, membiasakan melaksanakan ibadah salat malam, dan membaca Alquran sambil melihat kepada mushaf”. Selanjutnya ia berkata,… “Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Alqur’an”.
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar.
Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Alquran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang men dengarkannya.
Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Alqur’an.
Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Alquran dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Alqur’an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Alquran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Alqur’an.
Alquran memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Alquran dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.
Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Alquran lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Alquran memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ).
Mahabenar Allah yang telah berfirman, “Dan apabila dibacakan Alquran, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”
(Q.S. 7: 204).
Atau, “Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah-lah hati menjadi tentram”
(Q.S. 13: 28).

Sumber: http://cahyaiman.wordpress.com
READ MORE - Woww...membaca al qur’an dapat mencerdaskan otak

Tina Styliandou: Dulu Aku Diajari Bahwa Islam Itu Agama Kejahatan!

Saya lahir di Athena, Yunani, dari orang tua penganut Kristen Ortodok Yunani. Keluarga ayah saya tinggal di Istanbul, Turki hampir di seluruh hidup mereka. Ayah pun lahir dan besar di sana.

Mereka keluarga sejahtera, berpendidikan baik dan seperti sebagian besar Kristen Ortodok yang tinggal di negara Islam, mereka sangat berpegang teguh dengan ajaran agama.

Tiba masa ketika pemerintah Turki memutuskan menendang mayoritas keturunan Yunani keluar dari negara itu dan menyita kekayaan, rumah serta bisnis mereka. Kondisi itu memaksa keluarga ayah saya kembali ke Yunani dengan tangan kosong. Ini yang dilakukan Muslim Turki dan itu yang mengesahkan, menurut mereka, untuk membenci Islam.

Keluarga Ibu saya tinggal di sebuah pulau Yunani di perbatasan antara Yunani dan Turki. Selama serangan Turki berlangsung, Turki menguasai pulau tersebut, membakar rumah-rumah. Demi keselamatan, penduduk pulau pun melarikan diri di daratan utama Yunani. Lebih banyak alasan lagi untuk membenci Muslim Turki.

Yunani, lebih dari 400 tahun dikuasai Turki. Akhirnya kami, kaum muda Yunani diajarkan untuk meyakini bahwa setiap kejahatan yang dilakukan terhadap Yunani, adalah tanggung jawab Islam. Jadi, selama beratus tahun kami diajari, dalam buku-buku sejarah dan agama, untuk membenci dan mengolok-olok agama Islam.

Dalam buku kami, Islam bukanlah sebuah agama dan Rasul Muhammad saw. bukanlah nabi. Ia hanyalah seorang pemimpin dan politisi sangat cerdas yang mengumpulkan aturan dan hukum dari kitab Yahudi dan Kristen. Lalu ia menambahi dengan ide-idenya sendiri dan menguasai dunia.

Di sekolah, kami bahkan diajari untuk mengolok-olok dia, istrinya serta sahabat-sahabatnya. Semua ‘karikatur’ dan lelucon kasar terhadapnya–yang dipublikasikan di banyak media saat ini–adalah bagian dari pelajaran kelas dan ujian kami!.

Alhamdulillah, Allah melindungi hati saya dan kebencian terhadap Islam tak pernah memasuki kalbu. Bantuan terbesar bagi saya mungkin dari dua orang tua yang bukanlah sosok relegius. Mereka jarang mempraktekkan ritual keagamaan dan hanya datang ke gereja saat ada pernikahan dan pemakaman.

Alasan yang membuat ayah saya menarik diri dari agamanya ialah korupsi yang ia saksikan dilakukan para pendeta setiap hari. Bagaimana mungkin orang-orang ini berkotbah tentang Tuhan dan kebaikan tapi pada saat bersamaan mencuri dari dana gereja, membeli vila dan memiliki mobil Mercedes serta menyebarkan gagasan homoseksual di kalangan mereka sendiri?

Apakah ini perwakilan yang benar dari agama yang akan memandu kami, mengoreksi kami dan mendekatkan kami kepada Tuhan. Ayah saya muak dengan mereka dan itulah yang membuat ia menjadi atheis. Gereja-gereja pun mulai kehilangan jemaat, paling tidak di negara saya, karena aksi para pendeta.

Tak Puas dengan Keyakinan Awal
Sebagai remaja, saya mencintai buku dan membaca banyak. Saya sendiri tidak pernah benar-benar puas dengan Kristen yang saya peluk. Saya mempercayai Tuhan, rasa takut dan cinta kepadanya, namun yang lain sungguh membingungkan saya.

Saya mulai mencari namun saya tak pernah mencari dan memelajari Islam. Mungkin karena latar belakang pendidikan saya bertentangan dengan ajaran ini.

Namun alhamdulillah, Ia mengasihi jiwa saya dan memandu saya kepada cahaya. Ia mengirimkan ke hidup saya seorang suami, lelaki Muslim yang menumbuhkan cinta ke dalam hati saya. Kami saat itu menikah tanpa memedulikan perbedaan agama.

Suami saya selalu bersedia menjawab pertanyaan apa pun yang terkait agamanya, tanpa merendahkan keyakinan saya–bagaimanapun salahnya mereka. Ia tak pernah menekan atau bahkan meminta saya untuk berpindah agama.

Setelah tiga tahun menikah, memiliki kesempatan mengenal Islam lebih jauh dan membaca Al Qur’an langsung, dan juga buku-buku agama lain, saya pun meyakini tak ada sesuatu yang bersifat trinitas. Muslim meyakini hanya Satu Tuhan yang tak bisa disandingkan dengan apa pun. Tidak memiliki anak, pasangan dan tidak ada sesuatu di muka bumi yang berhak disembah selain Dia. Tidak ada satupun yang berbagi keesaannya dengan-Nya dan juga sifat-sifat-Nya.
Menjadi Muslim

Saya pun memeluk Islam. Namun saya menyembunyikan agama baru dari orang tua, teman-teman selama bertahun-tahun. Kami tinggal bersama di Yunani tanpa pernah meninggalkan ajaran Islam dan sungguh luar biasa sulit, hampir mustahil.

Di kampung halaman saya tidak ada masjid, tidak ada akses ke studi Islam, tidak ada orang berdoa atau berpuasa, atau seseorang mengenakan jilbab.

Ada beberapa imigran Muslim yang datang ke Yunani untuk masa depan keuangan lebih cerah. Mereka membiarkan kehidupan Barat menarik dan mengorupsi mereka. Hasilnya, mereka tak mengikuti ajaran agama dan mereka sepenuhnya tersesat.

Suami dan saya harus shalat dan berpuasa mengikut kalender. Tidak ada Adzhan dan tidak ada komunitas Islam untuk mendukung kami. Kami merasa setiah hari mengalami kemunduran. Keyakinan kami melemah dan gelombang menyeret kami.

Ketika putri kami lahir, kami memutuskan–demi menyelamatkan jiwa kami dan putri kami–bermigrasi ke negara Islam. Kami tidak ingin membesarkan dia dalam lingkungan Barat yang bebas di mana ia harus berjuang keras menjaga identitas dan mungkin berakhir tersesat.

Terimakasih Tuhan, ia telah memandu kami dan membawa kami kesempatan untuk bermigrasi ke negara Islam, di mana kami mendengar kalimat-kalimat merdu Adhzan. Kami pun dapat meningkatkan pengetahuan dan cinta kami pada-Nya serta pada Rasul Muhammad. saw.

Sumber:http://situslakalaka.blogspot.com
READ MORE - Tina Styliandou: Dulu Aku Diajari Bahwa Islam Itu Agama Kejahatan!

Thariq Bin Ziyad, Sang Penakluk Spanyol

Setelah Rasulullah saw. wafat, Islam menyebar dalam spektrum yang luas. Tiga benua lama -Asia, Afrika, dan Eropa-pernah merasakan rahmat dan keadilan dalam naungan pemerintahan Islam. Tidak terkecuali Spanyol (Andalusia). Ini negeri di daratan Eropa yang pertama kali masuk dalam pelukan Islam di zaman Pemerintahan Kekhalifahan Bani Umaiyah.

Sebelumnya, sejak tahun 597 M, Spanyol dikuasai bangsa Gotic, Jerman. Raja Roderick yang berkuasa saat itu. Ia berkuasa dengan lalim. Ia membagi masyarakat Spanyol ke dalam lima kelas sosial. Kelas pertama adalah keluarga raja, bangsawan, orang-orang kaya, tuan tanah, dan para penguasa wilayah. Kelas kedua diduduki para pendeta. Kelas ketiga diisi para pegawai negara seperti pengawal, penjaga istana, dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan diperalat penguasa sebagai alat memeras rakyat.

Kelas keempat adalah para petani, pedagang, dan kelompok masyarakat yang hidup cukup lainnya. Mereka dibebani pajak dan pungutan yang tinggi. Dan kelas kelima adalah para buruh tani, serdadu rendahan, pelayan, dan budak. Mereka paling menderita hidupnya.

Akibat klasifikasi sosial itu, rakyat Spanyol tidak kerasan. Sebagian besar mereka hijrah ke Afrika Utara. Di sini di bawah Pemerintahan Islam yang dipimpin Musa bin Nusair, mereka merasakan keadilan, kesamaan hak, keamanan, dan menikmati kemakmuran. Para imigran Spanyol itu kebanyakan beragama Yahudi dan Kristen. Bahkan, Gubernur Ceuta, bernama Julian, dan putrinya Florinda -yang dinodai Roderick-ikut mengungsi.

Melihat kezaliman itu, Musa bin Nusair berencana ingin membebaskan rakyat Spanyol sekaligus menyampaikan Islam ke negeri itu. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memberi izin. Musa segera mengirim Abu Zar’ah dengan 400 pasukan pejalan kaki dan 100 orang pasukan berkuda menyeberangi selat antara Afrika Utara dan daratan Eropa.

Kamis, 4 Ramadhan 91 Hijriah atau 2 April 710 Masehi, Abu Zar’ah meninggalkan Afrika Utara menggunakan 8 kapal dimana 4 buah adalah pemberian Gubernur Julian. Tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 H, di malam hari pasukan ini mendarat di sebuah pulau kecil dekat Kota Tarife yang menjadi sasaran serangan pertama.

Di petang harinya, pasukan ini berhasil menaklukan beberapa kota di sepanjang pantai tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jumlah pasukan Abu Zar’ah kalah banyak. Setelah penaklukan ini, Abu Zar’ah pulang. Keberhasilan ekspedisi Abu Zar’ah ini membangkitkan semangat Musa bin Nusair untuk menaklukan seluruh Spanyol. Maka, ia memerintahkan Thariq bin Ziyad membawa pasukan untuk penaklukan yang kedua.

Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghasin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau adalah putra suku Ash-Shadaf, suku Barbar, penduduk asli daerah Al-Atlas, Afrika Utara. Ia lahir sekitar tahun 50 Hijriah. Ia ahli menunggang kuda, menggunakan senjata, dan ilmu bela diri.

Senin, 3 Mei 711 M, Thariq membawa 70.000 pasukannya menyeberang ke daratan Eropa dengan kapal. Sesampai di pantai wilayah Spanyol, ia mengumpulkan pasukannya di sebuah bukit karang yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar -diambil dari bahasa Arab “Jabal Thariq”, Bukit Thariq. Lalu ia memerintahkan pasukannya membakar semua armada kapal yang mereka miliki.

Pasukannya kaget. Mereka bertanya, “Apa maksud Anda?” “Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya yang lain.

Dengan pedang terhunus dan kalimat tegas, Thariq berkata, “Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!”

Kini pasukannya paham. Mereka menyambut panggilan jihad Panglima Perang mereka itu dengan semangat berkobar.

Lalu Thariq melanjutkan briefingnya. “Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan.

Musuh dengan jumlah pasukan yang besar dan persenjataan yang lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian hanyalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus bisa melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Dengan demikian semangat juang kita akan bangkit.

Musuh kalian itu sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kenapa kita juga tidak bertekad bulan untuk menyerang mereka hingga mati syahid? Saya sama sekali tidka bermaksud menakut-nakuti kalian. Tetapi marilah kita galang rasa saling percaya di antara kita dan kita galang keberanian yang merupakan salah satu modal utama perjuangan kita.

Kita harus bahu membahu. Sesungguhnya saya tahu kalian telah membulatkan tekad serta semangat sebagai pejuang-pejuang agama dan bangsa. Untuk itu kelak kalian akan menikmati kesenangan hidup, disamping itu kalian juga memperoleh balasan pahala yang agung dari Allah swt. Hal itu karena kalian telah mau menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya.

Percayalah, sesungguhnya Allah swt. adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan hadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu. Mudah-mudahan saya bisa membunuhnya. Namun, jika ada kesempatan, kalian boleh saja membunuhnya mendahului saya. Sebab dengan membunuh penguasa lalim itu, negeri ini dengan mudah kita kuasai. Saya yakin, para pasukannya akan ketakutan. Dengan demikian, negeri ini akan ada di bawah bendera Islam.”

Mendengar pasukan Thariq telah mendarat, Raja Roderick mempersiapkan 100.000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ia memimpin langsung pasukannya itu. Musa bin Nusair mengirim bantuan kepada Thariq hanya dengan 5.000 orang. Sehingga total pasukan Thariq hanya 12.000 orang.

Ahad, 28 Ramadhan 92 H atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di muara Sungai Barbate. Pasukan muslimin yang kalah banyak terdesak. Julian dan beberapa orang anak buahnya menyusup ke kubu Roderick. Ia menyebarkan kabar bahwa pasukan muslimin datang bukan untuk menjajah, tetapi hanya untuk menghentikan kezaliman Roderick. Jika Roderick terbunuh, peperangan akan dihentikan.

Usaha Julian berhasil. Sebagian pasukan Roderick menarik diri dan meninggalkan medan pertempuran. Akibatnya barisan tentara Roderick kacau. Thariq memanfatkan situasi itu dan berhasil membunuh Roderick dengan tangannya sendiri. Mayat Roderick tengelam lalu hanyat dibawa arus Sungai Barbate.

Terbunuhnya Roderick mematahkan semangat pasukan Spanyol. Markas pertahanan mereka dengan mudah dikuasai. Keberhasilan ini disambut gembira Musa bin Nusair. Baginya ini adalah awal yang baik bagi penaklukan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa.

Setahun kemudian, Rabu, 16 Ramadhan 93 H, Musa bin Nusair bertolak membawa 10.000 pasukan menyusul Thariq. Dalam perjalanan ia berhasil menaklukkan Merida, Sionia, dan Sevilla. Sementara pasukan Thariq memabagi pasukannya untuk menaklukkan Cordova, Granada, dan Malaga. Ia sendiri membawa sebagian pasukannya menaklukkan Toledo, ibukota Spantol saat itu. Semua ditaklukkan tanpa perlawanan.

Pasukan Musa dan pasukan Thariq bertemu di Toledo. Keduanya bergabung untuk menaklukkan Ecija. Setelah itu mereka bergerak menuju wilayah Pyrenies, Perancis. Hanya dalam waktu 2 tahun, seluruh daratan Spanyol berhasil dikuasai. Beberapa tahun kemudian Portugis mereka taklukkan dan mereka ganti namanya dengan Al-Gharb (Barat).

Sungguh itu keberhasilan yang luar biasa. Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad berencana membawa pasukannya terus ke utara untuk menaklukkan seluruh Eropa. Sebab, waktu itu tidak ada kekuatan dari mana pun yang bisa menghadap mereka. Namun, niat itu tidak tereaslisasi karena Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka berdua pulang ke Damaskus. Thariq pulang terlebih dahulu sementara Musa bin Nusair menyusun pemerintahan baru di Spanyol.

Setelah bertemu Khalifah, Thariq bin Ziyad ditakdirkan Allah swt. tidak kembali ke Eropa. Ia sakit dan menghembuskan nafas. Thariq bin Ziyad telah menorehkan namanya di lembar sejarah sebagai putra asli Afrika Utara muslim yang menaklukkan daratan Eropa.

Sumber : http://www.dakwatuna.com
READ MORE - Thariq Bin Ziyad, Sang Penakluk Spanyol

Rahasia Posisi Tidur Rosulullah Diungkapkan Para Ilmuwan

Jam-jam tidur setiap manusia berbeda-beda, tergantung frekuensi kegiatan dan jam-jam sibuk orang itu. Akan tetapi ada waktu, dimana tidur akan membawa mimpi buruk, karena pada saat itu terjadi perpindahan suasana, seperti pada waktu shalat shubuh atau waktu ashar (sore hari).

Selain dosis tidur yang melebihkan, posisi tidur pun mempunyai andil besar dalam menjaga vitalitas kesehatan tubuh. Dalam hal ini Ibnu Qayyim Al-Jauziah dalam bukunya metode pengobatan nabi. Mencatat beberapa hal tentang tidur membahayakan bagi kesehatan.

Posisi Tidur terlentang dan menelengkup
Dalam riwayat yang direkam Abu Umamah dalam Musnad dan Sunan Ibnu Majah menyebutkan bahwa nabi pernah lewat di hadapan seorang lelaki yang sedang tidur menelengkup maka beliau menyepaknya dengan kaki beliau sambil bersabda: “bangun dan duduklah! Inilah tidurnya para ahli neraka!”.

Hippocrates menambahkan sikap tidur ini dalam bukunya at-taqdimah yang menyebutkan: “kalau seorang yang sakit tidur menelungkup, padahal pada waktu sehat ia tidak terbiasa tidur demikian. Itu menunjukkan otaknya tidak beres, atau memang ada penyakit di sekitar perutnya.

Waktu Tidur Yang Dianjurkan
Terkait dengan waku tidur, disinyalir bahwa tidur siang menimbulkan penyakit akibat kelembaban tubuh, semisal merusak pigmen tubuh, menyebabkan penyakit empedu, menyebabkan kemalasan dan melelahkan syahwat.

Dalam hal ini, tidur siang digolongkan menjadi tiga macam: khuluq, khuruq, dan humuq.
1. khuluq adalah tidur di tengah hari. Disebut khuluq (ahklak) karena itu adalah kebiasaan Rasulullah SAW.
2. khuruq adalah (perusak) adalah tidur di waktu dhuha.
3. humuq (kebodohan) adalah tidur di waktu ashar.

Seorang ahli syair mengatakan: “sesungguhnya tidur di waktu dhuha adalah dapat menyebabkan kemalasan bagi para pemuda, tidur ashar dapat menimbulkan gila”.

Lokasi Tidur yang berbahaya
Tidur dibawah sengatan matahari juga dapat memicu timbulnya penyakit terpendam. Tidur antara sinar matahari dengan tempat teduh juga tidak baik. Diriwayatkan dari Abu Daud dalam sunan-nya dari hadist Abu Hurairah, ia menceritakan: Rasulullah SAW bersabda: “kalau salah satu diantara kalian berada dibawah matahari, tiba-tiba terkena teduh sehingga sebagian tubuhnya di bawah sinar matahari dan sebagian lagi ditempat teduh maka hendaknya ia bangkit”.

Secara logis hal ini mudah dipahami, karena cahaya matahari menyebabkan berbagai penyakit seperti tekanan panas klenger (sunstroke), kejang otot (kram), dan lain-lain. Penyakit-penyakit yang timbul karena cahaya matahari ini memiliki aneka ragam ciri dan gejala, yang untuk lebih detailnya memerlukan penjelasan sendiri.

Masih dari buku Metode Pengobatan Rasulullah SAW Ibnu Qayyim Al-Jauziah bahwa tidur mempunyai dua faedah besar.

1. Mengistirahatkan seluruh anggota tubuh sehingga terbebas dari rasa lelah, panic indera juga merasa nyaman, terlepas dari kerja berat saat terjaga dan melenyapkan segala kepenatan ada.

2. Sempurnanya metabolisme makanan dan proses pembakaran. Karena panas alami tubuh pada saat tidur menggelegak keseluruh tubuh sehingga membantu proses tersebut. Dengan demikian secara lahiriah, tubuh menjadi dingin. Dan karena ini pula orang yang tidur cenderung membutuhkan selimut.

Berkenaan dengan cara tata cara tidur, Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim dari bara’ bin azib: “bila kamu akan mendatangi tempat tidur maka berwudhulah seperti wudhu yang kamu laksanakan ketika akan shalat, kemudian berbaringlah diatas bagian tubuh sebelah kanan, lalu ucapkanlah: “ya Allah! Kuserahkan diri kepada-Mu, kuhadapkan waktu kepada-Mu, kuserahkan persoalan kepada-Mu, kuserahkan punggungku kepada-Mu. Tidak ada rempat bersandar dan tempat menyelamatkan diri dari (murka)-Mu kecuali kepada-Mu, aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan nabi yang Engkau utus!”.

Rahasia medis dari posisi Rasulullah telah di ungkapkan para ilmuan.
Diantara disebutkan bahwa posisi tidur dengan berbaring ke sebelah kanan berefaedah membantu pencernaan, mengistirahatkan kerja jantung, melemaskan, dan membebaskan anggota tubuh.

Tidur yang paling efesien adalah berbaring ke sebelah kanan agar makanan bisa berada pada posisi yang ‘pas’ dalam lambung yang mengendap secara proposional. Karena lambung cenderung miring ke sebelah kiri sedikit. Lalu beralih ke sebelah kiri sebentar agar proses pencernaan makanan lebih cepat karena lambung mengalir ke lever, baru kemudian di lanjutkan dengan berbaring ke sebelah kanan saja agar cepat tersuplai dari lambung.

Jadi berbaring ke sebelah kanan dilakukan di awal tidur dan di akhir tidur. Terlalu banyak berbaring ke sebelah kiri membahayakan jantung dan menyebabkan seluruh organ mengarah ke jantung, sehingga banyak unsur tubuh yang menyerang jantung.

http://situslakalaka.blogspot.com
READ MORE - Rahasia Posisi Tidur Rosulullah Diungkapkan Para Ilmuwan

Rahasia Angka2 Dalam Al-Qur’an

Kata-kata dalam Al-Qur’an, dengan sejumlah pengulangannya merupakan Mukjizat, jumlah kata-kata dalam Al-Qur’an yang menegaskan kata-kata yang lain ternyata jumlahnya sama dengan jumlah kata-kata Al-Qur’an yang menjadi lawan kata atau kebalikan dari kata-kata tersebut, atau diantara keduanya ada nisbah kontradiktif.


Al-Qur’an tidak hanya terbatas pada ayat-ayat mulianya, makna-maknanya, prinsip-prinsip dan dasar-dasar keadilannya serta pengetahuan-pengetahuan gaibnya saja, melainkan juga termasuk jumlah-jumlah yang ada dalam Al-Qur’an itu sendiri, begitu juga pengulangan kata dan hurufnya, orang-orang yang melakukan ‘ulum’ Al-Qur’an sejak dulu sudah menyadarai adanya fenomena tersebut mempunyai maksud dan tujuan tertentu.



Para peneliti terdahulu sudah mencatat, bahwa surat-surat yang dibuka dengan huruf-huruf ‘muqaththa’ah’ berjumlah 29 surat, sementara jumlah huruf ‘hijaiyah’ Arab ditambah dengan huruf “Hamzah” juga berjumlah 29 huruf hal ini dengan sudut pandang bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab.

DR. Abdul Razaq Naufal dalam bukunya berjudul ‘ Al’Ijaz Al’Adadiy Fi Al-Qur’an Al Karim” beliau menulis beberapa tema-tema tersebut terjadi keharmonisan diantara jumlah kata-kata Al-Qur’an dan berikut ini adalah sejumlah perhitungan yang benar-benar merupakan Mukjizat, dari jumlah kata dalam Al-Qur’an sebanyak 51.900, Jumlah Juz 30, Jumlah Surat 112, keanehan yang ada diantaranya sbb :

Kata ‘Iblis” ( La’nat ALLAH ‘alaihi ) dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 11 kali, sementara “Isti’adzah” juga disebutkan 11 kali, Kata “ma’siyah” dan derivatnya disebutkan sebanyak 75 kali, sementara kata “Syukr” dan derivatnya juga disebutkan sebanyak 75 kali.
Kata “al-dunya” disebutkan sebanyak 115 kali, begitu juga kata “al-akhirah” sebanyak 115 kali.
Kata “Al-israf” disebutkan 23 kali, kata kebalikannya “al-sur’ah” sebanyak 23 kali.
Kata “Malaikat” disebutkan 88 kali, kata kebalikannya ‘Al-syayathin” juga 88 kali.
Kata “Al-sulthan disebutkan 37 kali, kata kebalikannya “Al-nifaq” juga 37 kali.
Kata “Al-harb”(panas) sebanyak 4 kali, kebalikannya “ Al-harb” juga 4 kali.
Kata “ Al-harb (perang) sebanyak 6 kali, kebalikannya “Al-husra” (tawanan) 6 kali.
Kata “Al-hayat” (hidup” sebanyak 145 kali, kebalikannya “Al-maut” (mati) 145 kali.
Kata “Qalu” (mereka mengatakan) sebanyak 332 kali, kebalikannya “Qul” ( katakanlah) sebanyak 332 kali.
Kata “Al-sayyiat” yang menjadi kebalikan kata “Al-shahihat” masing-masing 180 kali.
Kata “Al-rahbah” yang menjadi kebalikan kata “Al-ragbah” masing-masing 8 kali.
Kata “Al-naf’u” yang menjadi kebalikan kata “Al-fasad” masing-masing 50 kali.
Kata “Al-nas” yang menjadi kebalikan kata “Al-rusul” masing-masing 368 kali.
Kata “Al-asbath” yang menjadi kebalikan kata “Al-awariyun” masing-masing 5 kali
Kata “Al-jahr” yang menjadi kebalikan kata “Al-alaniyyah” masing-masing 16 kali
Kata “Al-jaza” 117 kali ( sama dg kebalikannya),
Kata “Al-magfiroh” 234 kali ( sama dengan kebalikannya),
Kata “Ad-dhalala” ( kesesatan) 191 kali ( sama dengan kebalikannya),
Kata “Al-ayat” 2 kali “Ad-dhalala” yaitu 282 kali. Dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini.
Kata “Yaum” (hari) dalam bentuk tunggal disebutkan sebanyak 365 kali, sebanyak jumlah hari pada tahun Syamsyiyyah.
Kata “Syahr” ( bulan) sebanyak 12 kali, sama dg jumlah Bulan dalam satu Tahun.
Kata “Yaum” (hari) dalam bentuk plural (jamak) sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu Bulan.
Kata “Sab’u” (minggu) disebutkan 7 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu minggu.
Jumlah “ saah” (jam) yang didahului dengan ‘harf’ sebanyak 24 kali, sama dengan jumlah jam dalam satu hari.
Kata “Sujud” disebutkan 34 kali, sama dengan jumlah raka’at dalam solat 5 waktu
Kata “Shalawat” disebutkan 5 kali, sama dengan jumlah solat wajib sehari semalam.
Kata “Aqimu” yang diikuti kata “Shalat” sebanyak 17 kali, sama dengan jumlah Raka’at Sholat fardhu/ wajib.
..dari berbagai sumber..
READ MORE - Rahasia Angka2 Dalam Al-Qur’an

Puas Menjajal Semua Agama, Pilihan Shapiro Tertambat Pada Islam

Secara etnis, Michael David Shapiro adalah keturunan Yahudi Rusia. Perjalanannya mencari Tuhan sudah dimulai sejak ia berusia 19 tahun. Ia mengaku pada masa itu ia membatasi dirinya dengan logika Sains. (foto: islamreligion.com)

Secara etnis, Michael David shapiro adalah keturunan Yahudi Rusia. Perjalanannya mencari Tuhan sudah dimulai sejak ia berusia 19 tahun. Ia mengaku pada masa itu ia membatasi dirinya dengan logika Sains. “Ya, saya dicuci otak dengan itu,” ungkapnya.

Keyakinan shapiro terhadap Tuhan tidak pasti. Tujuan hidupnya saat itu ialah menjadi bintang rock terkenal. “Saya tinggal di sebuah apartemen di Pasadena dan bekerja sebagai sekretaris. Memang menggelikan saya tahu,” tuturnya.

Suatu malam ia pergi ke dapur dan berpapasan dengan temannya berkulit hitam. “Saya masih ingat bertanya padanya, ‘Bisakah saya simpan vodka ini dalam kulkas malam ini?’. Kami berjabat tangan kemudian pergi tidur. Tapi justru setelah itu hidup saya berubah drastis,” kata shapiro.

Si teman kulit hitam tadi, seorang Muslim, adalah Muslim pertama yang pernah dikenal shapiro. Didorong rasa ingin tahu luar biasa, shapiro mengajak si teman mengobrol tentang keyakinannya. “Saya penasaran, apa itu, saya dengar tentang beribadah 5 kali sehari, juga tentang perang suci. Siapakah itu lelaki yang bernama Muhammad?” tuturnya.

Saat mengobrol ia ditemani oleh teman sekamarnya, penganut Kristiani, Wade. “Bertiga kami melakukan sesi dialog antara Yahudi, Kristen dan Muslim. Dalam obrolan itu kami menemukan banyak perbedaan sekaligus banyak persamaan,” kata shapiro.

Ketertarikan Shaphiro bergeser, yang semua berkutat seputar seks, obat-obatan dan pesta, ke pencarian serius terhadap kebenaran. Sebuah pencariannya yang menurut dia harus diselesaikan menyeluruh. “Ini pencarian terhadap Tuhan dan pencarian bagaimana untuk mengikuti-Nya,” ungkap shapiro.

Dalam pencarian itu Shapiro bertanya pada dirinya, “Oke mulai dari yang sederhana, beberapa Tuhan yang kamu pikir ada di luar sana?”. Saat itu ia meyakini hanya satu.

“Tuhan yang lebih dari satu, terbagi-bagi tentu lebih lemah dari pada hanya satu Tuhan. Saya berpikir, bagaimana bila satu Tuhan tidak sepakat dengan Tuhan lain, pasti ada argumen dan pertikaian. Maka, satu tuhan adalah pilihan sadar saya,” imbuhnya.

Begitu ia membuka pikiran terhadap kemungkinan keberadaan Tuhan ia mulai menganalisa berbagai macam keyakinan, mulai atheis hingga theisme. “Sesuatu yang mengarahkan saya kepada pilihan kedua adalah sebuah kutipan, ‘Setiap desain memiliki desainer. Dengan kalimat itu dalam benak, akhirnya saya selalu bangun dan sadar bahwa Tuhan ada. Saya tidak dapat menjelaskan mengapa. Saya hanya merasa seperti itu.”

Penemuan baru itu menimbulkan kegairahan dalam diri shapiro. Saat itu pula ia mengaku muncul rasa tanggung jawab untuk mengikuti kehendak Sang Pencipta. “Langkah berikut saya adalah memasuki dunia agama,” ungkapnya.

Kembali shapiro menanyai dirinya sendiri. “Di mana saya harus memulai. Kenyataannya ada ribuan di luar saya. Saya mesti mengeliminasi dan menyempitkan kepada sedikit pilihan,” tuturnya. Awalnya ia pun bertanya bagaimana melakukan hal itu.

“Saat itu ada pemahaman yang masuk dalam benak saya, ‘temukan agama yang bersifat monotheis’. Saya pikir, bukankah itu masuk akal karena saya percaya hanya ada satu Tuhan.”

Ia pun melewati Budhaisme dan Hinduisme karena ia menganggap keyakinan tersebut politeisme. Sementara agama utama yang saat itu ia pandang memiliki pandangan Monotheis adalah Yahudi, Kristen dan Islam. “Karena saya keturunan Yahudi, saya pun memulai dengan Yudaisme. Satu Tuhan, nabi yang sama, 10 perintah, Taurat dan jiwa Yahudi.

Saat melakukan pendalaman ada gagasan dalam Yudaisme yang mengganggunya. Gagasan itu berbunyi ‘Jika seseorang terlahir sebagai Yahudi, maka ia memiliki jiwa Yahudi dan mereka harus mengikuti Yudaisme. “Tunggu dulu, di bagian itu saya merasa itu ide diskriminasi. Bukan sesuatu yang universal,”

“Jadi apakah benar Tuhan membuat jiwa Yahudi, jiwa Kristen, jiwa Hindu atau jiwa Hindu? Saya pikir semua orang diciptakan sederajat. Jadi apakah karena seseorang terlahir dalam agama itu berarti derajat Tuhan tetap di sana meski si penganut melakukan kesalahan. Saya tidak sepakat dengan itu,” tutur shapiro.

Satu lagi yang mengganggu shapiro adalah tidak ada konsep ketat mengenai neraka dalam Yudaisme. “Mengapa harus baik? mengapa itu bukan dosa? Saya tidak punya rasa takut terhadap hukuman, lalu mengapa saya harus menjaga moral?”

Usai mendalami Yudaisme, ia menuju pemahaman Kristen. Lagi-lagi ia terganggu dengan konsep trinitas, satu tuhan, satu bapa, satu anak dan ruh kudus. “Aduh tolong jelaskan bagaimana semua ini bisa menjadi satu Tuhan. Jadi bagaimana anda dapat meyakini hanya satu Tuhan bila yang ada pembagian seperti ini,”

Penjelasan demi penjelasan, pertanyaan demi pertanyaan, perbandingan demi perbandingan, analogi dan sebagainya tak mampu membuat shapiro memahami konsep trinitas.

Hingga ia pun memasuki perjalanan berikut, mengkaji Islam. Islam berarti penyerahan diri. Keyakinan utama yang dipahami shapiro dalam Islam adalah satu Tuhan, beribadah kepada Tuhan lima kali sehari, mewajibkan memberi 2,5 persen dari harta setiap tahun sebagai zakat, berpuasa saat Ramadhan–demi membuat seseorang lebih dekat kepada Tuhan dan menghargai sesama manusia dan kelima melakukan perjalanan ke Mekkah untuk menunaikan haji bagi yang mampu.

Sejauh itu shapiro tidak menemukan sesuatu yang sulit untuk dipahami. “Tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan logika saya di sini,” ungkapnya.

Al Quran, sejauh yang ia tahu saat itu adalah kitab dengan kebijakan tanpa batasan waktu dan kisah-kisah penuh keajaiban yang menarik. “Banyak fakta ilmiah yang baru terungkap saat ini telah dinyatakan 1400 tahun sebelumnya dalam buku ini,” ujarnya.

“Saat itu Islam telah melewati pertanyaan awal saya tentang agama satu tuhan. Namun saya ingin tahu lebih lanjut apakah agama ini universal? Apakah ia sejalan dengan sains? Saya menemukan banyak ayat di Al Qur’an yang berada di satu koridor dengan ilmu pengetahuan dan teknologi,” tutur shapiro.

Semakin banyak shapiro menemukan fakta-fata yang ia nilai logis saat mengkaji agama tersebut, ada satu hal yang mulai sangat menarik perhatiannya yakni nama “Islam” itu sendiri. “Ini nama dari agama ini, saya menemukan ia ditulis berulang kali dalam Al Qur’an”.

Ia pun mengingat riset yang ia lakukan sebelumnya. “Saya tidak mengingat satu pun kata ‘Yudaisme’ dalam perjanjian lama atau ‘Kristiani’ dalam Perjanjian Baru. Ini adalah hal besar,” ujarnya.

Ia menyadari mengapa tak bisa menemukan nama sebenarnya agama tersebut di dalam kedua kitab tadi, karena memang tidak ada nama dalam kitab-kitab tersebut. Ia pun memahami Yudaisme merupkan bentukan kata Yuda-isme dan Kristiani tentu berasal dari “Kristus dan pengikutnya”

“Jadi inikah Yuda? atau Judah?” tanya shapiro pada dirinya. Nama itu sejauh yang diketahui shapiro adalah pemimpin suku Hebrews ketika Tuhan menurunkan firmannya kepada manusia. “Jadi apa mungkin agama dinamai nama orang?” ujarnya.

Begitu pula ketika ia berpikir tentang Kristiani, yang berasal dari nama Yesus Kristus. “Apa mungkin kita dapat mendeduksi nama agama dari orang-orang dengan melekatkan isme dan -anity,” ungkap shapiro. Terlebih lagi nama-nama tersebut tidak diungkap dalam kitab mereka, inilah yang membuat ia berpikir itu sangat aneh.

“Coba jika saya berjualan dan saya berkata “Apakah kamu mau membeli ini_______? Tentu orang akan bertanya, Apa ini_____namanya? Tentu saya tidak akan bisa menjual sebuah barang tanpa sebuah nama,”

Saat itu shapiro meyakini nama adalah hal mendasar di mana manusia bisa mengidentifikasi objek, baik fisik maupun non fisik. “Jika agama harus dipraktekan dan disebarkan kepada setiap manusia di muka bumi, bukankah seharusnya ia memiliki nama?

Ia juga menekankan, nama itu seharusnya diberikan langsung oleh Tuhan, bukan bentukan manusia. “Ya itulah maksud saya. Nama Kristiani dan Yudaisme tidak tertulis dalam kitab suci mereka. Manusia yang menamainya, bukan Tuhan,” kata shapiro menyimpulkan.

“Gagasan bahwa Tuhan menghendaki sebuah agama diikuti oleh manusia tanpa memberi nama, sangat mustahil bagi otak saya untuk menerima,” ujarnya. “Di titik itu, baik Kristen dan Yahudi kehilangan kredibilitas murni dalam logika dan agama sepenuhnya, setidaknya itu dalam prespektif saya,” papar shapiro.

Ia menemukan Islam adalah satu-satunya agama yang mengusung nama asli agama dalam kitab sucinya. “Itu bermakna besar bagi saya,” ungkap shapiro. “Saya menyadari saya akan mengikuti Islam, lalu saya pun menjadi Muslim. Saya menemukan kebenaran dan saya merasa keluar dari kegelapan menuju cahaya.” (Republika.co.id)
READ MORE - Puas Menjajal Semua Agama, Pilihan Shapiro Tertambat Pada Islam

Menuju Iman yang Sempurna

Iman itu bukan hiasan bibir dan pemanis kata apalagi sekedar keyakinan hampa. Tapi sebuah keyakinan yang menghunjam dalam hati, diungkapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan tindak nyata. Pengakuan seorang mukmin akan keimanannya yang tidak disertai dengan bukti amal shaleh, bisa dikategorikan sebagai pengakuan tanpa makna dan tidak berdasar. Di sini Allah swt. menjelaskan kepada kita tentang senyawa keimanan dan amal shaleh dalam surat Al-‘Ashr;

“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati agar mentaati kebenaran dan nasehat menasehati agar tetap sabar.” QS 103:1-3

Ayat-ayat quraniah tentang hal ini banyak sekali, bahkan setiap “khitab ilahi” (panggilan Allah) yang ditujukan kepada mukminin selalu disertai dengan perintah untuk mengerjakan amal saleh yang berkaitan dengan ibadah dan larangan untuk meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah swt.

Iman yang menshibghah -mewarnai- akal, hati dan jasad seorang mukmin niscaya ketika dihadapkan pada pilihan-pilihan maka pilihannya itu sudah pasti jatuh pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ia senantiasa memutuskan sesuatu dengan haq dan menghindari hal-hal yang menjurus kepada kebatilan. Jadi seorang yang telah tershibghah imannya, ia akan menjadi cahaya bagi dirinya, keluarganya dan masyarakatnya. Allah berfirman;

“Dan apakah orang yang sudah mati, kemudian ia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat ke luar dari padanya?…” QS 6:122

Demikianlah Allah menghidupkan manusia dengan cahaya Islam dan keilmuan. Sehingga hal itu memberikan manfaat dan kontribusi riel tidak saja bagi lingkungannya bahkan sampai pada peradaban dunia.

Rasulullah saw. menganalogikan seorang mukmin yang benar-benar memahami keislaman dan keimanannya seperti lebah. Lebah itu mempunyai sifat tidak pernah melakukan kerusakan, lihatlah ketika hinggap di dahan-dahan pepohonan atau tangkai-tangkai bunga. Lebah selalu mengkonsumsi makanan yang terbaik yaitu sari bunga. Dan menghasilkan sesuatu yang paling bermanfaat yaitu madu. Maka makhluk hidup yang berada di sekitarnya merasa aman dan nyaman.

Begitulah seharusnya muslim dan mukmin, dia harus mampu menebar pesona Islam. Melukiskan tinta emas kebaikan dalam kanvas kehidupan secara individu dalam semangat kebersamaan. Semangat kebersamaan inilah yang seharusnya dimiliki sertiap mukmin. Kepekaan terhadap apa saja yang sedang menimpa masyarakat harus menjadi bagian kehidupannya. Jangan berpuas diri dengan urusannya sendiri tanpa memperhatikan dan mempedulikan masyarakat sekitarnya.

Interaksi Sosial

Lezatnya iman apabila sudah mampu dirasakan oleh seorang mukmin dalam ruang kepribadiannya, maka akan menjelma menjadi pesona sosial yang sangat menawan. Khusyuk diri yang dimiliki seorang mukmin akan berdampak pada ‘atha ijtima’i (kontribusi sosial) dan keharmonisan social. Di sini, Nabi kita Muhammad saw. mengajarkan kepada kita dengan tiga kalimat yang sarat dengan nilai-nilai perbaikan diri. Di saat beliau bersabda; “Takwalah kamu di manapun kamu berada, ikuti keburukan itu dengan kebaikan, niscaya ia akan menghapuskannya dan berinteraksilah pada manusia dengan akhlak yang hasan.”

Dan salah satu bentuk interaksi kita pada lingkungan sekitar kita adalah adanya hasaasiah (kepekaan) yang kuat terhadap permasalahan yang terjadi di dalamnya. Perhatian dan fokus kita terhadap bi’ah (lingkungan), baik yang berkaitan dengan lingkungan dakwah, lingkungan sosial, lingkungan pengajaran yang terjadi dalam tataran keluarga maupun masyarakat adalah cerminan kuat dari keimanan kita yang telah tershibghah dengan nilai-nilai kebenaran Islam. Bagaimana Rasulullah saw. melakukan hal ini dalam keluarga dan masyarakatnya. Beliau dengan gigih telah mempengaruhi pamannya, Abu Thalib untuk memeluk Islam sehingga detik-detik akhir hidup sang paman. Ia telah menyeru bani-bani Quraisy pada waktu itu seraya berkata di atas bukit shofa: “Wahai Bani Quraisy, selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai Bani ka’ab, selamatkanlah dirimu dari apai neraka….., wahai Fathimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka..” Imam Muslim.

Begitu juga, beliau telah terlibat langsung dalam peristiwa-peristiwa besar yang terjadi pada masyarakatnya sebelum nubuwwah -masa Kenabian- seperti berperan aktif dalam perang fijar; peperangan yang terjadi antara Quraisy bersama Kinanah dengan Ais Qailan, Hilful Fudlul; kesepakatan untuk melindungi orang-orang yang terdhalimi dan pembangunan Ka’bah.

Sensitifitas Tinggi

Oleh karenanya seorang mukmin apalagi kader dakwah harus terlibat aktif dalam amal-amal kebaikan yang terjadi di lingkungan keluarga maupun masyarakatnya. Baik yang bersentuhan dengan daur da’awi (peran dakwah keluarga), daur ta’limi (peran pengajaran) dan daur tarbawi (peran pembinaan). Janganlah seorang kader yang sibuk dengan perbaikan dirinya, akan tetapi mengabaikan dakwah keluarganya. Semangat berbisnis, lalu lupa mengajar dan membina anak-anaknya. Puas dengan kehebatannya, asyik dengan pesona dirinya, akan tetapi terlena dengan apa yang sedang terjadi di lingkungan keluarga. Bapak asyik dengan dakwah di luar, sementara anak nyimeng dan ngeganja. Coba kita perhatikan dan merenungkan kembali kembali firman Allah berikut ini;

“Hai orang-orang mu’min, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” 64:14-15

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” 63:9

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” 66:6

Kepedulian Sosial

Interaksi sosial kita yang berujung pada kepedulian sosial, mengharuskan kita untuk terlibat penuh dengan suatu yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Hal ini bukan hanya dilakukan seorang mukmin atau bahkan kader dakwah di saat membutuhkan mereka dan ketika ada kepentingan. Akan tetapi kapanpun dan kondisi apapun seorang mukmin harus menebar pesona Islam. Ia bekerja dan berkarya sesuai arahan Rabbani. Seluruh waktu dan hidupnya agar bermanfat bagi manusia lain. Ia ingin menjadi salah satu dari kategori qaumun ‘amaliyyun -kaum yang aktif bekerja- dan mendambakan identitas mukminiin haqqan -mukmin sejati-.

Oleh karenanya, seorang mukmin harus bisa berperan aktif dalam seluruh dimensi sosial. Baik dimensi da’awi yang mengharuskan dia sebagai cahaya di tengah masyarakatnya, yang mengharuskan dia membawa obor tanggungjawab amar ma’ruf nahi munkar dan sebagai agen of changes. Dimensi ukhawi; yang mengharuskan dirinya mengkristalkan kembali makna ta’aruf, tafaahum dan takaaful dalam kanvas ukhuwah Islamiah. Benar-benar menjadi kontributor dalam segala hal, apalagi yang bersentuhan langsung dengan fuqara, masakin dan al-aitam (yatim piatu). Rasulullah bersabda: “Ya Abu dzar, apabila kamu membikin sayur, perbanyak kuahnya dan perhatikan tetanggamu.” Imam Muslim

“Tidaklah beriman seorang di antara kamu, hingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya.” Muttafaqun Alaih

“Saya dan orang yang menanggung anak yatim di surga seperti ini (beliau mengisyaratkan dengan kedekatan jari telunjuk dan tengah) Imam Al-Bukhari

Dan dimensi ta’limi wa tarbawi -pengajaran dan pengkaderan-; yang mengharuskannya berperan aktif dalam melakukan pengajaran dan pembinaan masyarakatnya. Sehingga masyarakat setempat menikmati pencerahan jiwa dan pemikiran. Mereka semakin dekat dengan nilai-nilai Islam dan akhirnya semangat mengimplementasikannya dalam ruang kepribadiannya dan lingkungan keluarganya. Allah berfirman:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” 3:104

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” 62:2

Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan peduli sosial, dilandasi iman yang hidup dan produktif dalam diri kita. Allahu a’lam


Sumber : http://www.dakwatuna.com
READ MORE - Menuju Iman yang Sempurna

Inilah Alasan Rosulullah Melarang Ummatnya Minum Sambil Berdiri

Dalam hadist disebutkan “janganlah kamu minum sambil berdiri”. Dari segi kesehatan. Air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup.

Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada ‘pos-pos’ penyaringan yang berada di ginjal. Jika kita minum sambil berdiri. Air yang kita minum otomatis masuk tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih. Ketika menuju kandung kemih itu terjadi pengendapan di saluran speanjang perjalanan (ureter). Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter inilah awal mula munculnya bencana.

Betul, penyakit kristal ginjal. Salah satu penyakit ginjal yang sungguh berbahaya. diduga diakibatkan karena Susah kencing, jelas hal ini berhubungan dengan saluran yang sedikit demi sedikit tersumbat tadi.

Dari Anas r.a. dari Nabi saw.: "Bahwa ia melarang seseorang untuk minum sambil berdiri". Qatadah berkata, "Kemudian kami bertanya kepada Anas tentang makan. Ia menjawab bahwa hal itu lebih buruk."

Pada saat duduk, apa yang diminum atau dimakan oleh seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lambat. Adapun minum sambil berdiri, maka ia akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke dasar usus, menabraknya dengan keras, jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudian menyebabkan disfungsi pencernaan.

Adapun rasulullah saw pernah sekali minum sambil berdiri, maka itu dikarenakan ada sesuatu yang menghalangi beliau untuk duduk, seperti penuh sesaknya manusia pada tempat-tempat suci, bukan merupakan kebiasaan. Ingat azas darurat!

Manusia pada saat berdiri, ia dalam keadaan tegang, organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras, supaya mampu mempertahankan semua otot pada tubuhnya, sehingga bisa berdiri stabil dan dengan sempurna. Ini merupakan kerja yang sangat teliti yang melibatkan semua susunan syaraf dan otot secara bersamaan, yang menjadikan manusia tidak bisa mencapai ketenangan yang merupakan syarat terpenting pada saat makan dan minum.

Ketenangan ini hanya bisa dihasilkan pada saat duduk, di mana syaraf berada dalam keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk menerima makanan dan minum dengan cara cepat.

Makanan dan minuman yang disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus. Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf (vagal inhibition) yang parah, untuk menghantarkan detak mematikan bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak.

Begitu pula makan dan minum berdiri secara terus-menerus terbilang membahayakan dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Para dokter melihat bahwa luka pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yang biasa berbenturan dengan makanan atau minuman yang masuk.

Sebagaimana kondisi keseimbangan pada saat berdiri disertai pengerutan otot pada tenggorokkan yang menghalangi jalannya makanan ke usus secara mudah, dan terkadang menyebabkan rasa sakit yang sangat yang mengganggu fungsi pencernaan, dan seseorang bisa kehilangan rasa nyaman saat makan dan minum.

Diriwayatkan ketika Rasulullah s.a.w. dirumah Aisyah r.a. sedang makan daging yang dikeringkan diatas talam sambil duduk bertekuk lutut, tiba-tiba masuk seorang perempuan yang keji mulut melihat Rasulullah s.a.w. duduk sedemikian itu lalu berkata: "Lihatlah orang itu duduk seperti budak." Maka dijawab oleh Rasulullah s.a.w.: "Saya seorang hamba, maka duduk seperti duduk budak dan makan seperti makan budak." Lalu Rasulullah s.a.w. mempersilakan wanita itu untuk makan. Adapun duduk bertelekan (bersandar kepada sesuatu) telah dilarang oleh Rasulullah sebagaimana sabdanya, "Sesungguhnya Aku tidak makan secara bertelekan" (HR Bukhar).
.berbagai sumber.
READ MORE - Inilah Alasan Rosulullah Melarang Ummatnya Minum Sambil Berdiri

DASAR ZIKIR BERJAMAAH

oleh K. H. Muhammad Arifin Ilham

DZIKIR BERJAMA`AH BUKANLAH BID`AH !!!

DALIL-DALILNYA DZIKIR, TERMASUK DALIL DZIKIR SECARA JAHAR

Dalil-dalil dzikir termasuk dalil dzikir secara jahar (agak keras)

Firman Allah swt. dalam surat Al-Ahzab 41-42 agar kita banyak berdzikir sebagai berikut :

“Hai orang-orang yang beriman! Berdzikirlah kamu pada Allah sebanyak-banyak nya, dan bertasbihlah pada-Nya diwaktu pagi maupun petang!”.

Dan firman-Nya: فَاذْكُرُونِي أذْكُرْكُمْ ...........

“Berdzikirlah (Ingatlah) kamu pada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula padamu! ” (Al--Baqarah :152)

Firman-Nya : اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنوُبِهِم

“...Yakni orang-orang dzikir pada Allah baik diwaktu berdiri, ketika duduk dan diwaktu berbaring”. (Ali Imran :191)

Firman-Nya : وَالذَّاكِرِيْنَ اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللهُ لَهُمْ

مَغْفِرَة وَأجْرًا عَظِيْمٌا.

“Dan terhadap orang-orang yang banyak dzikir pada Allah, baik laki-laki maupun wanita, Allah menyediakan keampunan dan pahala besar”. (Al-Ahzab :35)

Firman-Nya lagi : الَّذِيْنَ آمَنُوا وَ تَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ

ألآ بِذِكْرِ الله تَطْمَئِنُّ الـقُلُوبُ.

“Yaitu orang-orang yang beriman, dan hati mereka aman tenteram dengan dzikir pada Allah. Ingatlah dengan dzikir pada Allah itu, maka hatipun akan merasa aman dan tenteram”. (Ar-Ro’d : 28)

Dalam hadits qudsi, dari Abu Hurairah, Rasul saw. bersabda : Allah swt.berfirman :

اَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْـدِي بِي, وَاَنَا مَعَهُ حِيْنَ يَذْكـرُنِي, فَإنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإنْ ذَكَرَنِي فِي مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْهُ وَإنِ اقْتَرَبَ اِلَيَّ شِبْرًا اتَقَرَّبْتُ إلَيْهِ ذِرَاعًا وَإنِ اقْتَرَبَ إلَيَّ ذِرَاعًا اتَقـَرَّبْتُ إلَيْهِ بَاعًـا وَإنْ أتَانِيْ يَمْشِيأتَيْتُهُ هَرْوَلَة.

“Aku ini menurut prasangka hambaKu, dan Aku menyertainya, dimana saja ia berdzikir pada-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan ingat pula padanya dalam hati-Ku, jika ia mengingat-Ku didepan umum, maka Aku akan mengingatnya pula didepan khalayak yang lebih baik. Dan seandainya ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sehasta, jika ia mendekat pada-Ku sehasta, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sedepa, dan jika ia datang kepada-Ku berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari”. (HR. Bukhori Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Baihaqi).

Allamah Al-Jazari dalam kitabnya Miftaahul Hishnil Hashin berkata : ‘Hadits diatas ini terdapat dalil tentang bolehnya berdzikir dengan jahar/agak keras’. Imam Suyuthi juga berkata: ‘Dzikir dihadapan orang orang tentulah dzikir dengan jahar, maka hadits itulah yang menjadi dalil atas bolehnya’

Hadits qudsi dari Mu’az bin Anas secara marfu’: Allah swt.berfirman:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: لاَ يَذْكُرُنِي اَحَدٌ فِى نفْسِهِ اِلاَّ ذَكّرْتُهُ فِي مَلاٍ مِنْ مَلاَئِكَتِي

وَلاَيَذْكُرُنِي فِي مَلاٍ اِلاَّ ذَكَرْتُهُ فِي المَلاِ الاَعْلَي.

“Tidaklah seseorang berdzikir pada-Ku dalam hatinya kecuali Akupun akan berdzikir untuknya dihadapan para malaikat-Ku. Dan tidak juga seseorang berdzikir pada-Ku dihadapan orang-orang kecuali Akupun akan berdzikir untuknya ditempat yang tertinggi’ “. (HR. Thabrani).

At-Targib wat-tarhib 3/202 dan Majma’uz Zawaid 10/78. Al Mundziri berkata : ‘Isnad hadits diatas ini baik (hasan). Sama seperti pengambilan dalil yang pertama bahwa berdzikir dihadapan orang-orang maksudnya adalah berdzikir secara jahar ’ !

Hadits dari Abu Hurairah sebagai berikut:

سَبَقَ المُفَرِّقُونَ, قاَلُوْا: وَمَا المُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللهَ كَثِيْرًاوَالذَّاكِرَاتِ (رواه المسلم)

“Telah majulah orang-orang istimewa! Tanya mereka ‘Siapakah orang-orang istimewa?’ Ujar Nabi saw. ‘Mereka ialah orang-orang yang berdzikir baik laki-laki maupun wanita’ ”. (HR. Muslim).

Hadits dari Abu Musa Al-Asy’ary ra sabda Rasul saw.:

‘Perumpamaan orang-orang yang dzikir pada Allah dengan yang tidak, adalah seperti orang yang hidup dengan yang mati!” (HR.Bukhori).

Dalam riwayat Muslim: “Perumpamaan perbedaan antara rumah yang dipergunakan dzikir kepada Allah didalamnya dengan rumah yang tidak ada dzikrullah didalamnya, bagaikan perbedaan antara hidup dengan mati”.

Hadits dari Abu Sa’id Khudri dan Abu Hurairah ra. bahwa mereka mendengar sendiri dari Nabi saw. bersabda :

لاَ يَقْـعُدُ قَوْمٌ يَذْكُـرُنَ اللهَ تَعَالَى إلاَّ حَفَّتْـهُمُ المَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمةُ, وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمْ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.

“Tidak satu kaumpun yang duduk dzikir kepada Allah Ta’ala, kecuali mereka akan dikelilingi Malaikat, akan diliputi oleh rahmat, akan beroleh ketenangan, dan akan disebut-sebut oleh Allah pada siapa-siapa yang berada disisi-Nya”. (HR.Muslim, Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi).

Hadits dari Mu’awiyah :

خَرَجَ رَسُولُ الله (صَ) عَلَى حَلَقَةِ مِنْ أصْحَابِهِ فَقَالَ: مَا اَجْلََسَكُم ؟ قَالُوْا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلإسْلاَمِِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا قَالَ: اللهُ مَا أجْلَسـَكُمْ إلاَّ ذَالِك ؟ قَالُوْا وَاللهُ مَا اَجْلَسَنَا اِلاَّ ذَاكَ. قَالَ : اَمَا إنِّي لَمْ أسْتَخْلِفكُم تُهْمَةُ لـَكُمْ, وَلَكِنَّهُ أتَانِي جِبْرِيْلُ فَأخْـبَرَنِي أنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبـَاهِي بِكُمُ المَلآئِكَةَ.

“Nabi saw. pergi mendapatkan satu lingkaran dari sahabat-sahabatnya, tanyanya ‘Mengapa kamu duduk disini?’ Ujar mereka : ‘Maksud kami duduk disini adalah untuk dzikir pada Allah Ta’ala dan memuji-Nya atas petunjuk dan kurnia yang telah diberikan-Nya pada kami dengan menganut agama Islam’. Sabda Nabi saw. ‘Demi Allah tak salah sekali ! Kalian duduk hanyalah karena itu. Mereka berkata : Demi Allah kami duduk karena itu. Dan saya, saya tidaklah minta kalian bersumpah karena menaruh curiga pada kalian, tetapi sebetulnya Jibril telah datang dan menyampaikan bahwa Allah swt. telah membanggakan kalian terhadap Malaikat’ “. (HR.Muslim)

Diterima dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw. bersabda :

إذَا مَرَرْتُم بِرِيَاضِ الجَنَّة فَارْتَعُوْا, قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنَّة يَا رَسُولُ الله ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ فَإنَّ لِلَّهِ تَعَالَى سَيَّرَاتٍ مِنَ المَلآئِكَةَ يَطْلُبُونَ حِلَـقَ الذِّكْرِ فَإذَا أتَوْا عَلَيْهِمْ حَفُّوبِهِمْ.

“Jika kamu lewat di taman-taman surga, hendaklah kamu ikut bercengkerama! Tanya mereka : Apakah itu taman-taman surga ya Rasulallah? Ujar Nabi saw. : Ialah lingkaran-lingkaran dzikir karena Allah swt. mempunyai rombongan pengelana dari Malaikat yang mencari-cari lingkaran dzikir. Maka jika ketemu dengannya mereka akan duduk mengelilinginya”.

Hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulallah saw.bersabda :

عَنْ أبِيْ هُرَيْرَة(ر) قَالَ: رَسُولُ الل.صَ. : إنَّ اللهَ مَلآئِكَةً يَطًوفُونَ فِي الطُُّرُقِ يَلتَمِسُونَ أهْلِ الذّكْرِ, فَإذَا وَجَدُوا قـَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَناَدَوْا : هَلُمُّـوْا إلَى حَاجَتِكُمْ, فَيَحُفّـُونَهُمْ بِأجْنِحَتِهِمْ إلَى السَّمَاءِ, فَإذَا تَفَرَّقُوْا عَرَجُوْا وَصَعِدُوْا اِلَى السَّمَاءِ فَيَسْألُهُمْ رَبُّـهُم ( وَهُوَ أعْلَمُ بِهِمْ ) مِنْ اَيْنَ جِئْتُمْ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عَبَيْدٍ فِي الاَرْضِ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ وَيُهَلِّلُوْنَكَ. فَيَقُوْلُ : هَلْ رَأوْنِي؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : لَوْ رَأوْنِي؟ فَيَقوُلُوْنَ : لَوْ رَأوْكَ كَانُوْا اَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً, وَ اَشَدَّ لَكَ تَمْجِيْدًا وَاَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيْحًا, فَيَقُوْلُ : فَمَا يَسْألُنِى ؟ فَيَقوُلُوْنَ : يَسْألُوْنَكَ الجَنَّةَ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لَوْ اَنَّهُمْ رَأوْهَا كَانُوْا اَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَ اَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَاَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً. فَيَقُوْلُ : فَمِمَّا يَتَعَوَّذُوْنَ ؟ فَيَقولُوْنَ : مِنَ النَّارِ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُلُوْنَ : لَوْ رَأوْهَا كاَنُوْا اَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا, فَيَقُوْلُ : اُشْهِدُكُمْ اَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ, فَيَقُوْلُ مَلَكٌ مِنَ المَلاَئِكَةِ : فُلاَنٌ فَلَيْسَ مِنهُمْ, اِنَّمَا جَائَهُمْ لِحَاجَةٍ فَيَقُوْلُ : هًمْ قَوْمٌ لاَ يَشْقَى جَلِيْسُهُمْ.

“Sesungguhnya Allah memilik sekelompok Malaikat yang berkeling dijalan-jalan sambil mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemu- kan sekolompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling menyeru :'Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan'. Lalu mereka mengelilingi orang-orang yang berdzikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga kelangit. Apabila orang-orang itu telah berpisah (bubar dari majlis dzikir) maka para malaikat tersebut berpaling dan naik kelangit. Maka bertanyalah Allah swt. kepada mereka (padahal Dialah yan lebih mengetahui perihal mereka). Allah berfirman : Darimana kalian semua ? Malaikat berkata : Kami datang dari sekelompok hambaMu dibumi. Mereka bertasbih, bertakbir dan bertahlil kepadaMu. Allah berfirman : Apakah mereka pernah melihatKu ? Malaikat berkata: Tidak pernah ! Allah berfirman : Seandainya mereka pernah melihatKu ? Malaikat berkata: Andai mereka pernah melihatMu niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepadaMu, lebih bersemangat memujiMu dan lebih banyak bertasbih padaMu. Allah berfirman: Lalu apa yang mereka pinta padaKu ? Malaikat berkata: Mereka minta sorga kepadaMu. Allah berfirman : Apa mereka pernah melihat sorga ? Malaikat berkata : Tidak pernah! Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya? Malikat berkata: Andai mereka pernah melihanya niscaya mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya dan semakin besar keinginan untuk memasukinya. Allah berfirman: Dari hal apa mereka minta perlindungan ? Malaikat berkata: Dari api neraka. Allah berfirman : Apa mereka pernah melihat neraka ? Malaikat berkata: Tidak pernah! Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka ? Malaikat berkata: Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan diri darinya. Allah berfirman: Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka. Salah satu dari malaikat berkata : Disitu ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan (apakah mereka akan diampuni juga ?). Allah berfirman : Mereka (termasuk seseorang ini) adalah satu kelompok dimana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa".

Dalam riwayat Muslim ada tambahan pada kalimat terakhir : 'Aku ampunkan segala dosa mereka, dan Aku beri permintaan mereka'.

Empat hadits terakhir ini jelas menunjukkan keutamaan kumpulan majlis dzikir, Allah swt.akan melimpahkan rahmat, ketenangan dan ridho-Nya pada para hadirin termasuk disini orang yang tidak niat untuk berdzikir serta majlis seperti itulah yang sering dicari dan dihadiri oleh para malaikat. Alangkah bahagianya bila kita selalu kumpul bersama majlis-majlis dzikir yang dihadiri oleh malaikat tersebut sehingga do’a yang dibaca ditempat majlis dzikir tersebut lebih besar harapan untuk diterima oleh Allah swt. Juga hadits-hadits tersebut menunjukkan mereka berkumpul berdzikir secara jahar, karena berdzikir secara sirran/pelahan sudah biasa dilakukan oleh perorangan !

Al-Baihaqiy meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik ra bahwa Rasul- Allah saw. bersabda:

لاَنْ اَقْعُدَنَّ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى مِنْ بَعْدِ صَلاَةِ الْفَجْرِ ِالَى طُلُوْعِ الشَّمْسِ اَحَبُّاِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا (رواه البيهاقي)

“Sungguhlah aku berdzikir menyebut (mengingat) Allah swt. bersama jamaah usai sholat Shubuh hingga matahari terbit, itu lebih kusukai daripada dunia seisinya.”

Juga dari Anas bin Malik ra riwayat Abu Daud dan Al-Baihaqiy bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Sungguhlah aku duduk bersama jamaah berdzikir menyebut Allah swt. dari salat ‘ashar hingga matahari terbenam, itu lebih kusukai daripada memerdekakan empat orang budak.’

Riwayat Al Baihaqy dari Abu Sa’id Al Khudrij ra, Rasul saw bersabda :

يَقُوْلُ الرَّبُّ جَلَّ وَعَلاَ يَوْمَ القِيَامَةِ سَيَعْلَمُ هَؤُلاَءِ الْجَمْعَ الْيَوْمَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ فَقِيْلَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ قَالَ : اَهْلُ مَجَالِسِ الذِّكْرِ فِي الْمَسَاجِدِ (رواه البيهاقي)

“Allah jalla wa ‘Ala pada hari kiamat kelak akan bersabda: ’Pada hari ini ahlul jam’i akan mengetahui siapa orang ahlul karam (orang yang mulia). Ada yg bertanya: Siapakah orang-orang yg mulia itu? Allah menjawab, Mereka adalah orang-orang peserta majlis-majlis dzikir di masjid-masjid ”.

Ancaman bagi orang yang menghadiri kumpulan tanpa disebut nama Allah

dan Shalawat atas Nabi saw.

Hadits riwayat Turmudzi (yang menyatakan Hasan) dari Abu Hurairah, sabda Nabi saw :

مَا قَعَدَ قَوْمُ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرُونَ اللهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوْا عَلَى النَّبِيِّ اِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه الترمذي وقال حسن)

“Tiada suatu golonganpun yang duduk menghadiri suatu majlis tapi mereka disana tidak dzikir pada Allah swt. dan tak mengucapkan shalawat atas Nabi saw., kecuali mereka akan mendapat kekecewaan di hari kiamat”.

Juga diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan kata-katanya yang berbunyi sebagai berikut :

وَرَوَاهُ اَحْمَدُ بِلَفْظٍ مَا جَلَسَ قَوْمُ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوْا اللهَ فِيهِ اِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ تَرَةً

‘Tiada ampunan yang menghadiri suatu majlis tanpa adanya dzikir kepada Allah Ta’ala, kecuali mereka akan mendapat tiratun artinya kesulitan... “.

Dalam buku Fathul ‘Alam tertera : Hadits tersebut diatas menjadi alasan atas wajibnya (pentingnya) berdzikir dan membaca shalawat atas Nabi saw. pada setiap majlis.

Hadits dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda:

.صَ. مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ

لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالىَ فِيْهِ اِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً (رواه ابو داود

“Tiada suatu kaum yang bangun (bubaran) dari suatu majlis dimana mereka tidak berdzikir kepada Allah dalam majlis itu, melainkan mereka bangun dari sesuatu yang serupa dengan bangkai himar/keledai, dan akan menjadi penyesalan mereka kelak dihari kiamat ”. (HR.Abu Daud)

Hadits-hadits diatas mengenai kumpulan atau lingkaran majlis dzikir itu sudah jelas menunjukkan adanya pembacaan dzikir bersama-sama dengan secara jahar, karena berdzikir sendiri-sendiri itu akan dilakukan secara lirih (pelan). Lebih jelasnya mari kita rujuk lagi hadits shohih yang membolehkan dzikir secara jahar.

Hadits dari Abi Sa’id Al-Khudri ra. dia berkata :

اَكْثِرُوْا ذِكْرَاللهَ حَتَّى يَقُولُ اِنَّهُ مَجْنُوْنٌ.

“Sabda Rasulallah saw. ‘Perbanyaklah dzikir kepada Allah sehingga mereka (yang melihat dan mendengar) akan berkata : Sesungguhnya dia orang gila’ " (HR..Hakim, Baihaqi dalam Syu’abul Iman , Ibnu Hibban, Ahmad, Abu Ya’la dan Ibnus Sunni)

Hadits dari Ibnu Abbas ra. dia berkata : Rasulallah saw. bersabda :

اَكْثِرُوْا ذِكْرَاللهَ حَتَّى يَقُولَ المُنَافِقُوْنَ اِنَّكُمْ تُرَاؤُوْنَ

“Banyak banyaklah kalian berdzikir kepada Allah sehingga orang-orang munafik akan berkata : ’Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang riya’ (HR. Thabrani)

Imam Suyuthi dalam kitabnya Natiijatul Fikri fil jahri biz dzikri berkata : “Bentuk istidlal dengan dua hadits terakhir diatas ini adalah bahwasanya ucapan dengan ‘Dia itu gila’ dan ‘Kamu itu riya’ hanyalah dikatakan terhadap orang-orang yang berdzikir dengan jahar, bukan dengan lirih (sir).”

Hadits dari Zaid bin Aslam dari sebagian sahabat, dia berkata :

ِ اِنْطَلَقْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ(صَ) لَيْلَةً, فَمَرَّ بِرَجُلٍ فِي المَسْجِدِ يِرْفَعُ صَوْتَهُ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ عَسَى اَنْ يَكُوْنَ هَذَا مُرَائِيًا فَقَالَ: لاَ وَلاَكِنَّهُ اَوَّاهُ. (رواه البيهاقي)

‘Aku pernah berjalan dengan Rasulallah saw. disuatu malam. Lalu beliau melewati seorang lelaki yang sedang meninggikan suaranya disebuah masjid. Akupun berkata : Wahai Rasuallah, jangan-jangan orang ini sedang riya’. Beliau berkata : “Tidak ! Akan tetapi dia itu seorang awwah (yang banyak mengadu kepada Allah)”. (HR.Baihaqi)

Lihat hadits ini Rasul saw. tidak melarang orang yang dimasjid yang sedang berdzikir secara jahar (agak keras). Malah beliau saw. mengatakan dia adalah seorang yang banyak mengadu pada Allah (beriba hati dan menyesali dosanya pada Allah swt.) Sifat menyesali kesalahan pada Allah swt itu adalah sifat yang paling baik !

Hadits dari Uqbah bahwasanya Rasulallah saw. pernah berkata kepada seorang lelaki yang biasa dipanggil Zul Bijaadain ‘Sesungguhnya dia orang yang banyak mengadu kepada Allah. Yang demikian itu karena dia sering berdzikir kepada Allah’. (HR.Baihaqi). (Julukan seperti ini jelas menunjukkan bahwa Zul- Bijaadain sering berdzikir secara jahar).

Hadits dari Amar bin Dinar, dia berkata : Aku dikabarkan oleh Abu Ma’bad bekas budak Ibnu Abbas yang paling jujur dari tuannya yakni Ibnu Abbas dimana beliau berkata :

اَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ المَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ

‘Sesungguhnya berdzikir dengan mengeraskan suara ketika orang selesai melakukan shalat fardhu pernah terjadi dimasa Rasulallah saw.’.(HR.Bukhori dan Muslim)

Dalam riwayat yang lain diterangkan bahwa Ibnu Abbas berkata : ‘Aku mengetahui selesainya shalat Rasulallah saw. dengan adanya ucapan takbir beliau (yakni ketika berdzikir)’. (HR.Bukhori Muslim)

Ibnu Hajr dalam kitabnya Khatimatul Fatawa mengatakan: “Wirid-wirid, bacaan-bacaan secara jahar, yang dibaca oleh kaum Sufi (para penghayat ilmu tasawwuf) setelah sholat menurut kebiasaan dan suluh (amalan-amalan khusus yang ditempuh kaum Sufi) sungguh mempunyai akar/dalil yang sangat kuat”.

Sedangkan hadits-hadits Rasul saw. yang diriwayatkan oleh Muslim mengenai berdzikir secara jahar selesai sholat sebagai berikut :

Hadits nr. 357: Dari Ibnu Abbas, katanya: "Dahulu kami mengetahui selesainya sembahyang Rasulullah saw. dengan ucapan beliau "takbir".

Hadits nr. 358 : Dari Ibnu Abbas, katanya "Bahwa dzikr dengan suara lantang/agak keras setelah selesai sembahyang adalah kebiasaaan dizaman Nabi saw. Kata Ibnu Abbas. Jika telah kudengar suara berdzikir, tahulah saya bahwa orang telah bubar sembahyang".

Hadits nr. 366: Dari Abu Zubair katanya: "Adalah Abdullah bin Zubair mengucapkan pada tiap-tiap selesai sembahyang sesudah memberi salam:...." Kata Abdullah bin Zubair" Adalah Rasulullah saw. Mengucapkannya dengan suara yang lantang tiap-tiap selesai sembahyang"

Ketiga hadits terakhir ini dikutip dari kitab "Terjemahan hadits Shahih Muslim" jilid I, II dan III terbitan Pustaka Al Husna, I/39 Kebon Sirih Barat, Jakarta, 1980.

Al-Imam al-Hafidz Al-Maqdisiy dalam kitabnya ‘Al-Umdah Fi Al-Ahkaam’ hal.25 berkata:

“Abdullah bin Abbas menyebutkan bahwa berdzikir dengan meng- angkat suara dikala para jemaah selesai dari sembahyang fardhu adalah diamalkan sentiasa dizaman Rasullullah saw.. Ibnu Abbas berkata "Saya memang mengetahui keadaan selesainya Nabi saw. dari sembahyangnya (ialah dengan sebab saya mendengar) suara takbir (yang disuarakan dengan nyaring)." (HR Imam Al-Bukhari, Muslim dan Ibnu Juraij).

Hadits yang sama dikemukakan juga oleh Imam Abd Wahab Asy-Sya'rani dalam kitabnya Kasyf al-Ghummah hal.110; demikian juga Imam Al-Kasymiriy dalam kitabnya Fathul Baari hal. 315 dan As-Sayyid Muhammad Siddiq Hasan Khan dalam kitabnya Nuzul Al-Abrar hal.97; Imam Al-Baghawiy dalam kitabnya Mashaabiih as-Sunnah 1/48 dan Imam as-Syaukani dalam Nail al-Autar.

Dalam shohih Bukhori dari Ibnu Abbas ra beliau berkata : ‘Kami tidak mengetahui selesainya shalat orang-orang di masa Rasulallah saw. kecuali dengan berdzikir secara jahar’.

Dan masih banyak lagi dalil mengenai keutamaan kumpulan berdzikir yang belum saya cantumkan disini tapi insya Allah dengan adanya semua hadits diatas cukup jelas bagi kita dan bisa ambil kesimpulan bahwa (kumpulan) berdzikir baik dengan lirih maupun jahar/agak keras itu tidaklah dimakruhkan atau dilarang bahkan didalamnya justru terdapat dalil yang menunjukkan ‘kebolehannya’, atau ‘kesunnahannya’.

Demikian juga dzikir dengan jahar itu dapat menggugah semangat dan melembutkan hati, menghilangkan ngantuk, sesuatu yang tidak akan didapatkan pada dzikir secara lirih (sir). Dan diantara yang membolehkan lagi dzikir jahar ini adalah ulama mutaakhhirin terkemuka Al-‘Allaamah Khairuddin ar-Ramli dalam risalahnya yang berjudul Taushiilul murid ilal murood bibayaani ahkaamil ahzaab wal-aurood mengatakan sebagai berikut : “Jahar dengan dzikir dan tilawah, begitu juga berkumpul untuk berdzikir baik itu di majlis ataupun di masjid adalah sesuatu yang dibolehkan dan disyari’atkan ber- dasarkan hadits Nabi saw : ‘Barangsiapa berdzikir kepadaKu dihadapan orang orang, maka Akupun akan berdzikir untuknya dihadapan orang-orang yang lebih baik darinya’ dan firman Allah swt. ‘Seperti dzikirmu terhadap nenek-moyangmu atau dzikir yang lebih mantap lagi’ (Al-Baqoroh: 200) bisa juga dijadikan sebagai dalilnya. “

Agama hanya memakruhkan dzikir jahar yang keterlaluan begitu juga jahar yang tidak keterlaluan bila sampai mengganggu orang yang sedang tidur atau sedang shalat atau menyebabkan dirinya riya’ serta mensyariatkan/mewajibkan dzikir jahar ini. Berapa banyak perkara yang sebenarnya mubah tapi karena diwajibkan pelaksanaanya dengan cara-cara tertentu padahal agama tidak mengajarkan demikian, maka ia akan berubah menjadi makruh sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qori’ dalam Syarhul Miskat, Al-Hashkafi dalam Ad- Durrul Mukhtar dan beberapa ulama lainnya.

Kalau kita baca ayat-ayat al-Quran dan hadits diatas mengenai kumpulan dzikir dan pendapat ulama yang membolehkan dzikir secara jahar dengan berdalil pada hadits-hadits tersebut, bagaimana saudara kita yang tidak senang menghadiri majlis dzikir berani mencela dan mensesatkan majlis pembacaan tahlil/yasinan dan sebagainya yang mana disitu selalu dibacakan firman-firman Ilahi diantaranya; surat Yaasin, surat Al-Fatihah, sholawat pada Nabi saw. juga pembacaan Tasbih, Takbir dan lain sebagainya serta mendo’akan saudara muslimin baik yang masih hidup atau yang sudah wafat. Bacaan yang dibaca ini semuanya ini berdasarkan hadits Nabi saw. dan mendapat pahala bagi si pembaca dan pendengar serta tidak ada dalil yang melarang/ mengharamkannya ?

Memang ada hadits riwayat Baihaqi, Ibnu Majah dan Ahmad. : “Sebaik-baik dzikir adalah secara lirih (sir) dan sebaik-baik rizki adalah yang mencukupi ”. Menurut ulama’ diantaranya Imam as-Suyuthi, kata-kata Sebaik-baik dalam suatu hadits berarti Keutamaan bukan Yang lebih utama. Jadi hadits terakhir diatas ini bukan menunjukkan kepada jeleknya atau dilarangnya dzikir secara jahar, karena banyak riwayat hadits shohih yang mengarah pada bolehnya dzikir secara jahar.

Mari kita baca lagi perincian berdzikir dengan jahar yang lebih jelas menurut pendapat Imam Suyuthi dan lainnya.

Imam As Suyuthi didalam Natijatul /fikri Jahri Bidz Dzikri, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan padanya mengenai tokoh Sufi yang membentuk kelompok-kelompok dzikir dengan suara agak keras, apakah itu merupakan perbuatan makruh atau tidak ? Jawab beliau: Itu tidak ada buruknya (tidak makruh)! Ada hadits yang menganjurkan dzikir dengan suara agak keras (jahran) dan ada pula menganjurkan dengan suara pelan (sirran). Penyatuan dua macam hadits ini yang tampaknya berlawanan, semua tidak lain tergantung pada keada- an tempat dan pribadi orang yang akan melakukan itu sendiri.

Dengan merinci manfaat membaca Al-Qur’an dan berdzikir secara jahran dan sirran itu Imam Suyuthi berhasil menyerasikan dua hal ini kedalam suatu pengertian yang benar mengenai hadits-hadits terkait. Jika anda berkata bahwa Allah swt. telah berfirman:

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيْفَةً وَدُوْنَ الجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُضُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِيْنَ.

‘Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hati dengan merendahkan diri disertai perasaan dan tanpa mengeraskan suara’. (Al A’raf:205). Itu dapat saya (Imam Suyuthi) jawab dari tiga sisi:

1. Ayat diatas ini adalah ayat Makkiyah ( turun di Mekkah sebelum hijrah). Masa turun ayat (Al A’raf 205) ini berdekatan dengan masa turunnya ayat berikut ini :

وَلاَ تَجْهَرْ بصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِبَيْنَ ذَالِكَ سَبِيْلاً

‘Dan janganlah engkau (hai Nabi) mengeraskan suaramu diwaktu sholat, dan jangan pula engkau melirihkannya……..’ (Al Isra’:110).

Ayat itu (Al A’raf :205) turun pada saat Nabi saw. sholat dengan suara agak keras (jahran), kemudian didengar oleh kaum musyrikin Quraisy, lalu mereka memaki Al Qur’an dan yang menurunkannya (Allah swt). Karena itulah beliau saw. diperintah meninggalkan cara jahar guna mencegah terjadinya kemungkinan yang buruk (saddudz-dzari’ah). Makna ini hilang setelah Nabi saw. hijrah ke Madinah dan kaum Muslimin mempunyai kekuatan untuk mematahkan permusuhan kaum musyrikin. Demikian juga yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

2. Jama’ah ahli tafsir (Jama’atul Mufassirin), diantaranya Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan Ibnu Jarir, menerapkan makna ayat diatas tentang dzikir pada masalah membaca Al-Quran. Nabi saw menerima perintah jahran membaca Al-Quran sebagai pemuliaan (ta’dziman) terhadap Kitabullah tersebut., khususnya diwaktu sholat tertentu. Hal itu diperkuat kaitannya dengan turunnya ayat: ‘Apabila Al-Qur’an sedang dibaca maka hendaklah kalian mendengarkan- nya...’ (Al A’raf:204). Dengan turunnya perintah ‘mendengarkan’ maka orang yang mendengar Al-Quran yang sedang dibaca, jika ia (orang yang beriman) tentu takut dalam perbuatan dosa. Selain itu ayat tersebut juga menganjurkan diam (tidak bicara) tetapi kesadaran berdzikir dihati tidak boleh berubah, dengan demikian orang tidak lengah meninggalkan dzikir (menyebut) nama Allah. Karena ayat tersebut diakhiri dengan: ‘Dan janganlah engkau termasuk orang-orang yang lalai’.

3. Orang-orang Sufi mengatakan berdzikir sirran (lirih) itu hanya khusus dapat dilakukan dengan sempurna oleh Rasulullah saw. karena manusia yang disempurnakan oleh Allah swt. Manusia-manusia selain beliau saw. sangat repot sekali melakukan dengan sempurna sering diikuti was-was, penuh ber- bagai angan-angan perasaan, karena itulah mereka disuruh berdzikir secara agak keras/jahran. Dzikir jahran semua was-was, angan-angan dan perasaan lebih mudah dihilangkan, serta akan mengusir setan-setan jahat.

Pendapat demikian ini diperkuat oleh sebuah hadits yang diketengah- kan oleh Al- Bazzar dari Mu’adz bin Jabal ra. bahwa Rasulallah saw. bersabda:

‘Barangsiapa diantara kamu sholat diwaktu malam hendaklah bacaannya diucapkan dengan jahran (agak keras). Sebab para malaikat turut sholat seperti sholat yang dilakukannya, dan mendengarkan bacaan-bacaan sholat- nya. Jin-jin beriman yang berada di antariksa dan tetangga yg serumah dengannya, merekapun sholat seperti yang dilakukannya dan mendengarkan bacaan-bacaannya. Sholat dengan bacaan keras akan mengusir Jin-jin durhaka dan setan-setan jahat’. Demikianlah pendapat Imam Suyuthi.

Pendapat Ibnu Taimiyyah yang dijuluki Syaikhul Islam oleh sebagian ulama mengenai majlis dzikir didalam kitab Majmu 'al fatawa edisi King Khalid ibn 'Abd al-Aziz. Ibnu Taimiyyah telah ditanya mengenai pendapat beliau mengenai perbuatan berkumpul beramai-ramai berdzikir, membaca al-Qur’an berdo’a sambil menanggalkan serban dan menangis sedangkan niat mereka bukanlah karena ria’ ataupun membanggakan diri tetapi hanyalah karena hendak mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. Adakah perbuatan-perbuatan ini boleh diterima? Beliau menjawab: ‘Segala puji hanya bagi Allah, perbuatan-perbuatan itu semuanya adalah baik dan merupakan suruhan didalam Shari'a (mustahab) untuk berkumpul dan membaca al-Quran dan berdzikir serta berdo’a....’ "

Jawaban pertanyaan Ibnu Taimiyyah mengenai kelompok-kelompok dzikir dimasjid-masjid yang dilakukan kaum Sufi Syadziliyyah. Ibnu Hajr mengatakan bahwa pembentukan jamaah-jamaah seperti itu adalah sunnah, tidak ada alasan untuk menyalah-nyalahkannya. Sebab berkumpul untuk berdzikir telah diungkapkan pada hadits Qudsi Shohih: ‘Tiap hambaKu yang menyebutKu di tengah sejumlah orang, ia pasti Kusebut (amal kebaikannya) di tengah jamaah yang lebih baik’.

Dengan kumpulnya orang bersama untuk berdzikir ini sudah tentu menunjukkan dzikir tersebut dengan suara yang bisa didengar sesamanya (agak keras). Bila tidak demikian, apa keistimewaan hadits tentang kumpulan (halaqat) dzikir yang dibanggakan oleh Malaikat dan Rasul saw ?, karena berdzikir secara sirran/pelahan sudah biasa dilakukan oleh perorangan !

Imam An-Nawawi menyatukan dua hadits (jahar dan lirih) itu sebagaimana katanya: Membaca Al-Quran maupun berdzikir lebih afdhol/utama secara sirran/lirih bila orang yang membaca khawatir untuk riya’, atau mengganggu orang yang sedang sholat ditempat itu, atau orang yang sedang tidur. Diluar situasi seperti ini maka dzikir secara jahran/agak keras adalah lebih afdhol/baik. Karena dalam hal itu kadar amalannya lebih banyak daripada membaca Al-Qur’an atau dzikir secara lirih/sirran.

Selain itu juga membaca Qur’an dan dzikir secara jahran/keras ini manfaatnya berdampak pada orang-orang yang mendengar, lebih konsentrasi atau memusatkan pendengarannya sendiri, membangkitkan hati pembaca sendiri, hasrat berdzikir lebih besar, menghilangkan rasa ngantuk dan lain lain. Menurut sebagian ulama bahwa beberapa bagian Al Quran lebih baik dibaca secara jahran, sedangkan bagian lainnya dibaca secara sirran. Bila membaca secara sirran akan menjenuhkan bacalah secara jahran dan bila secara jahar melelahkan maka bacalah secara lirih.

Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm berkata sebagai berikut :

“Aku memilih untuk imam dan makmum agar keduanya berdzikir pada Allah sesudah salam dari shalat dari keduanya melakukan dzikir secara lirih kecuali imam yang menginginkan para makmum mengetahui kalimat-kalimat dzikirnya, maka dia boleh melakukan jahar sampai dia yakin bahwa para makmum itu sudah mengetahuinya kemudian diapun berdzikir secara sir lagi”.

Dengan demikian tidak diketemukan dikalangan ulama Syafi’iyah pernyataan-pernyataan yang melarang atau mengharamkan dzikir secara jahar apalagi sampai memutuskannya dengan bid’ah !

Mari kita rujuk riwayat hadits bahwa setan akan lari bila mendengar suara adzan atau iqamah, karena yang dibaca dalam adzan/iqamah kalimat dzikir dan sekaligus mencakup kalimat-kalimat tauhid juga, sebagaimana yang dibaca dalam kumpulan majlis-majlis dzikir (tasbih, tahmid, tahlil, takbir dan sebagai- nya).

Hadits nomer 581 riwayat Muslim sabda Rasul saw.: “Sesungguhnya apabila setan mendengar adzan untuk sholat ia pergi menjauh sampai ke Rauha’, berkata Sulaiman; ‘Saya bertanya tentang Rauha’ itu, jawab Nabi saw. jaraknya dari Madinah 36 mil’ “.

Hadits nomer 582 riwayat Muslim dari Abu Hurairah : “Sesungguhnya apabila setan mendengar adzan sholat ia bersembunyi mencari perlindungan sehingga suara adzan itu tidak terdengarnya lagi. Tapi apabila setan itu mendengar iqamah, ia menjauh (lagi) sehingga suara iqamah tidak terdengar lagi. Namun apabila iqamah berakhir, setan kembail (lagi) melakukan waswasah, yaitu membisikkan bisikan jahat “.

Lihat hadits dari Mu’adz bin Jabal dan dua hadits diatas bahwa dengan baca Al-Qur’an waktu sholat malam secara jahar akan didengar oleh malaikat, jin-jin beriman dan lainnya, serta bisa mengusir setan-setan yang jahat dan durhaka. Walaupun hadits ini berkaitan dengan bacaan Al-Quran pada waktu sholat malam hari serta bacaan adzan dan iqomah, tapi inti/pokok bacaannya ialah sama yaitu pembacaan ayat Al-Quran dan bacaan kalimat-kalimat tauhid secara jahar.

Perbedaannya adalah satu didalam keadaan sholat membacanya yang lain diluar waktu sholat, yang mana kedua-duanya bisa didengar oleh malaikat, jin dan mengusir setan. Juga berdasarkan hadits-hadits yang telah tercantum pada halaman sebelum ini, maka tidak ada saat bagi setan untuk memperdayai manusia selama manusia itu sering berdzikir karena dzikirnya itu bisa didengar oleh setan-setan tersebut. Maka dari itu Allah swt. sering memperingatkan dalam Al-Qur’an agar kita selalu berdzikir padaNya.

Orang dianjurkan berdzikir setiap waktu dan pada setiap tempat baik dalam keadaan junub atau haid (kecuali baca ayat Al-Qur’an), sedang sibuk atau lenggang waktu, sedang berbaring atau duduk dan lain-lain. Itulah yang dimaksud ayat Allah swt. (An-Nisa:103) karena dzikir semacam ini boleh dilaksanakan terus menerus..

Lain halnya dengan sholat ada syarat dan waktu-waktu tertentu yang tidak boleh melakukan sholat, umpama: orang yang sedang haid, nifas, junub ( harus mandi dulu), sholat sunnah yang tidak ada maksudnya setelah sholat ashar/shubuh dan sebagainya. Begitu juga ibadah puasa akan batal bagi orang yang sedang haid, nifas atau junub dan hal-hal lain yang bisa membatalkan puasa.

Masih banyak lagi hadits mengenai kumpulan majlis dzikir yang diamalkan kaum muslimin setelah usai sholat shubuh atau waktu-waktu lainnya. Amalan ini berasal dari sunnah yang benar ! Mereka berdzikir dengan suara yang jahar tapi bila ditempat mereka dzikir terdapat orang yang merasa terganggu umpama orang sedang sholat, atau ada orang tidur maka mereka akan melirihkan suaranya. Sebagian orang senang berdzikir secara agak keras untuk dapat memerangi bisikan busuk (was-was), godaan hawa nafsu, lebih konsentrasi tidak mudah lengah, dan langsung menyatukan ucapan lisan dengan hatinya, lebih khusyu’ apalagi dengan irama yang enak, menghilangkan ngantuk dan lain-lain. Masjid-masjid yang dijadikan tempat dzikir oleh kaum Sufi ini diantaranya masjid Ar Ribath .

Bagi juga bagi yang memilih dzikir secara sirran (lirih, pelan) untuk memudahkan perjuangan melawan hawa nafsu, melatih diri agar tidak berbau riya’ (mengharap pujian-pujian orang) dan menahan nafsu agar tidak menjadi orang yang terkenal. Terdapat riwayat Umar bin Khattab ra. berdzikir secara jahar/agak keras sedangkan sahabat Abubakar ra dengan suara lirih (sirran). Waktu mereka berdua ditanya oleh Rasul saw. mereka menjawab dengan penjelasan seperti diatas ini. Ternyata Rasul saw membenarkan mereka berdua ini !

Dengan adanya keterangan-keterangan diatas ini kita bisa menarik kesimpulan ada ulama yang senang berdzikir secara lirih dan ada yang lebih senang secara jahar, tergantung situasi sekitarnya dan pribadi masing-masing, bila situasi mengizinkan maka secara jahar itu lebih baik/afdhol.

Aturan (paling baik/tidak wajib) dalam dzikir menurut Syaikh ‘Ali Al-Marshafy rh dalam kitabnya Manhajus Shalih mengatakan diantaranya sebagai berikut :

A. Kita selalu dalam keadaan bersih yakni mandi dan berwudu’, menghadap kiblat (kalau bisa), duduk ditempat yang suci (bukan najis).

B. Orang agar sepenuhnya konsentrasi (penuh perhatian) dengan hatinya mengenai dzikir yang dibaca itu.

C. Tempat dzikir tersebut ditaburi dengan minyak wangi.

D. Berdzikir dengan ikhlas karena Allah swt.

Dan masih banyak yang beliau anjurkan cara yang terbaik untuk berdzikir tapi empat diatas itu cukup buat kita agar tercapainya dzikir itu, sehingga kita bisa menikmatinya dan menenangkan jiwa. Yang dimaksud Syaikh ‘Ali Al Marshafy ditaburi minyak wangi pada tempat dzikir ialah agar tempat dzikir tersebut semerbak wangi baunya. Dalam hal ini dibolehkan semua jenis bahan yang bisa menimbulkan bau harum umpama minyak wangi, sebangsa kayu-kayuan (gahru dan sebagainya) atau menyan Arab yang kalau dibakar asapnya berbau wangi, karena disamping bau-bauan ini lebih mengkhusyukkan/ mengkonsentrasikan, menyegarkan pribadi orang itu atau para hadirin, juga menyenangkan malaikat-malaikat dan jin-jin yang beriman yang hadir di majlis dzikir ini. Bau harum ini malah lebih diperlukan bila berada diruangan yang banyak dihadiri oleh manusia agar berbau semerbak ruangan tersebut. Gahru, uluwwah atau menyan ini banyak dijual baik di Indonesia, Mekkah, Medinah maupun dinegara lainnya. Yang paling mahal harganya adalah Gahru kwaliteit istemewa.

Mari kita baca hadits Nabi saw mengenai wangi- wangian diantaranya:

Hadits dari Abu Hurairah ra, Rasul saw bersabda: ‘Siapa yang diberi wangi-wangian janganlah ditolak, karena ia mudah dibawa dan semerbak harumnya”. (HR.Muslim, Nasa’I dan Abu Dawud)

Ada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Nasa’i: “Adakalanya Ibnu Umar ra.membakar uluwwah tanpa campuran, dan adakalanya kapur barus yang dicampur dengan uluwwah seraya berkata: ‘Beginilah Rasulullah saw. mengasapi dirinya’.”

Begitu juga zaman sekarang di masjid Madinah setiap usai sholat Isya’ terutama pada bulan suci Ramadhan di tempat Raudhah (antara Rumah dan Mimbar Rasul saw.) dan disekitar Mimbar Rasul saw. selalu diasapi kayu gahru. Bagi orang-orang yang pernah hadir di tempat ini pada waktu tertentu itu insya Allah bisa menyaksikan serta menikmati bau-bauan harum tersebut. Padahal kalau kita lihat negara Saudi Arabia banyak disana golongan wahabi/ salafi yang sering mengeritik dan membuat ceritera atau mengisukan yang tidak-tidak terhadap golongan muslimin yang membakar dupa/gahru waktu mengadakan majlis dzikir. Diantara golongan wahabi dan pengikutnya ini ada yang mengatakan pembakaran dupa/gahru dan sebagainya waktu sedang berkumpul berdzikir maupun sendirian untuk mendatangkan setan-setan dan lain-lain !

Tetapi kalau kita baca hadits Nabi saw. setan malah lari mendengar bacaan dzikir itu, dan senang bersemayam dirumah dan diri orang yang tidak mengadakan majlis dzikir. Lihatlah, karena kedengkian golongan tertentu pada majlis dzikir ini , mereka membuat fitnah dan mengadakan khurafat-khurafat (tahayul) yang dikarang-karang sendiri, agar manusia mengikuti faham mereka dan tidak menghadiri majlis dzikir tersebut. Mengapa mereka tidak berkata pada sipenjual Gahru, menyan arab di Mekkah dan Medinah bahwa itu haram, khurafat karena bisa mendatangkan setan-setan?

Dalil mereka yang melarang dzikir secara jahar

Buat golongan majlis dzikir sudah cukup hadits-hadits dan wejangan ulama-ulama pakar mengenai dibolehkannya dzikir secara jahar seperti yang penulis kutip dibuku ini tetapi bagi golongan pengingkar majlis (kumpulan) dzikir secara jahar selalu mengajukan dalil-dalil yang menurut mereka dalil tersebut sebagai larangan/haramnya orang berkumpul berdzikir secara jahar. Mari kita baca dalil mereka untuk masalah ini :

Firman Allah swt (Al ‘Araf : 204) : ‘Dan apabila dibacakan (kepadamu) ayat-ayat suci Al-Qur’an, maka dengarkanlah dia dan perhatikan agar kamu diberikan rahmat’. Ayat ini dibuat dalil oleh mereka untuk melarang pembacaan Al-Qur’an secara bersama, yang di amalkan orang-orang pada majlis dzikir (Istighothah, tahlilan, yasinan dan lain lain).

Sudah tentu pemikiran seperti ini tidak bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya. Makna atau yang dimaksud firman Allah swt. itu ialah: Bila ada orang membaca Al-Qur’an sedangkan orang lainnya tidak ikut membaca bersama orang tersebut, maka yang tidak ikut membaca ini di anjurkan untuk mendengarkan serta memperhatikan bacaan Al Qur’an tersebut agar mereka juga mendapat pahala dan rahmat dari Allah swt. Jadi bukan berarti ayat ini melarang orang bersama-sama membaca Al-Quran dalam kumpulan majlis dzikir ! Karena cukup banyak hadits yang menjanjikan pahala bagi orang yang membaca Al-Quran baik membacanya secara berkelompok maupun perorangan, serta tidak ada nash baik dalam Al-Quran maupun Sunnah yang melarang membaca Al-Quran secara bersama-sama ! Malah justru mendapat pahala bagi yang membacanya !.

Mereka berdalil juga pada firman Allah Al-A’raf :205 yang berbunyi : ‘Dan ingatlah Tuhanmu didalam hatimu sambil merendahkan diri dan merasa takut serta tidak dengan suara keras (yang berlebihan) dipagi maupun sore hari’.

Ayat diatas juga tidak bisa dibuat dalil untuk melarang semua bentuk dzikir secara jahar sebenarnya yang dimaksud ayat ini adalah untuk orang-orang yang sedang mendengarkan Al-Quran yang sedang dibaca oleh orang lain sebagaimana ditunjukkan oleh ayat sebelumnya yaitu surat Al-A’raaf : 204.

Dengan demikian, makna surat Al-A’raf : 205 adalah : ‘Berdzikirlah kepada Tuhanmu didalam hati (wahai orang yang memperhatikan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an) dengan merendahkan diri serta rasa takut’.

Seperti ini pula makna yang dikehendaki oleh ulama pakar diantaranya : Ibnu Jarir, Abu Syaikh dari Ibnu Zaed. Sedangkan Imam Suyuthi dalam kitabnya Natijatul Fikri berkata: Ketika Allah swt. memerintahkan untuk inshot (memperhatikan bacaan Al Qur’an) dikhawatirkan terjadinya kelalaian dari mengingat Allah swt. Maka dari itu disamping perintah inshot dzikir didalam hati tetap dibebankan agar tidak terjadi kelalaian mengingat Allah swt. Karenanya ayat tersebut diakhiri dengan ‘Dan janganlah kamu termasuk diantara orang-orang yang lalai’. (baca keterangan pada halaman sebelum ini)

Menurut Imam Ar-Rozi bahwa ayat Al A’raf : 205 justru menetapkan dzikir dengan jahar yang tidak berlebihan, bukan malah mencegahnya karena disitu disebut juga ‘...dan bukan dengan jahar yang berlebihan...’ Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuntutan ayat itu adalah ’melakukan dzikir antara sir dan jahar yang berlebihan’ makna yang demikian sesuai dan dikuatkan oleh firman Allah swt dalam surat Al-Isro’: 110 yang berbunyi : ‘Janganlah kamu mengeraskan suara dalam berdo’a dan janganlah pula kamu melirihkannya melainkan carilah jalan tengah diantara yang demikian itu’.

Golongan pengingkar ini juga berdalil pada hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ahmad bin Hambal, Ibnu Marduwaih dan Al-Baihaqi dari Abu Musa Al-Asy’ari ra yang berkata :

“Kami pernah bersama Rasulallah saw. dalam sebuah peperangan, maka terjadilah satu keadaan dimana kami tidaklah menuruni lembah dan tidak pula mendaki bukit kecuali kami mengeras kan suara takbir kami. Maka mendekatlah Rasulallah saw. kepada kami dan bersabda: ‘Lemah lembutlah kalian dalam bersuara karena yang kalian seru bukanlah zat yang tuli atau tidak ada. Hanyalah yang kalian seru adalah zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Sesungguhnya yang kalian seru itu lebih dekat kepadamu ketimbang leher-leher onta tungganganmu’“.

Hadits ini tercantum dalam kitab-kitab hadits yang enam. Imam Turmudzi dalam bab Fadhlut Tasbih menyebutkan juga hadits dari Abu Musa al-Asy’ari yang senada tapi sedikit berbeda dan ditambah dengan sabda Rasul saw. “Wahai Abdullah bin Qais, maukah kamu aku beritahukan sebagian dari perbendaharaan sorga...? Dialah : ‘Laa Haulaa Walaa Quwwata Illa Billah’ “. Turmudzi berkata : Ini adalah hadits yang shohih.

Golongan ini berkata: Mengapa kita harus mengeraskan suara dalam berdzikir ..?, padahal hadits diatas memerintahkan untuk merendahkan suara diketika berdzikir karena Zat yang didzikirkan yakni Allah swt. bukan Zat yang tuli, bukan Zat yang tidak ada bahkan ilmu dan kekuasanNya ada dihadapan kita ! Dia lebih dekat kepada kita dibanding leher-leher onta tunggang an kita !

Alasan inipun tidak tepat untuk dijadikan dalil melarang atau mengharamkan semua bentuk dzikir jahar, perintah irba’uu dihadits tersebut bukanlah hukum wajib sehingga berakibat haramnya berdzikir secara jahar. Hal ini karena perintah dengan menggunakan kata ar-rab’u adalah semata-mata untuk memberikan kemudahan kepada mereka. Berdasarkan inilah maka Syeikh Ad-Dahlawi dalam Al-Lama’aat Syarhul Misykat mengatakan bahwa irba’uu adalah satu isyarat dimana larangan jahar hanyalah untuk memudahkan, bukan karena jahar itu tidak disyariatkan !

Kalau sekiranya Rasul saw. tidak mencegah para sahabat berdzikir secara keras pada waktu peperangan menaiki dan menuruni bukit, maka mereka jelas akan menyangka bahwa mengeraskan suara dzikir yang berlebihan itu sewaktu dalam perjalanan adalah disunnatkan, karena perbuatan mereka itu didiamkan/diridhoi oleh Rasul saw.. Padahal kesunnatan yang seperti itu tidaklah dikehendaki oleh beliau saw. karena pada saat itu sedang dalam perjalanan perang menuju Khaibar dan mengeraskan dzikir seperti itu tidak ada mashlahatnya/ kebaikannya, bahkan bisa menimbulkan bencana kalau sampai didengar oleh musuh orang-orang kafir. Terlebih-lebih ada hadits mengatakan ‘Perang itu adalah satu tipu daya’.

Begitupun juga beliau saw. melarang mereka supaya nantinya tidak merasa lebih lelah dan kesulitan dalam menghadapi peperangan. Beginilah juga yang diterangkan oleh Al-Bazzaazi makna pelarangan pengerasan suara pada waktu itu. Pengarang kitab Fathul Wadud Syarah Sunan Abi Daud mengatakan bahwa kata-kata rofa’uu ashwaatahum menunjukkan bahwa mereka itu terlalu berlebihan dalam menjaharkan dzikir. Maka hadits itu tidaklah menuntut terlarangnya menjaharkan dzikir secara mutlak ! Jadi dzikir jahar yang dilakukan oleh para sahabat itu adalah jahar yang berlebihan sebagaimana ditunjukkan oleh kaitan larangan itu dalam beberapa riwayat.

Begitu juga bila hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari diatas ini dipakai sebagai dalil untuk melarang semua bentuk dzikir secara jahar maka akan berlawanan dengan hadits-hadits yang berkaitan dengan dzikir secara jahar (silahkan baca keterangan sebelumnya).

Sebelum ini sudah saya kutip sebagian fatwa seorang ulama yang diandalkan oleh golongan ini yaitu Ibnu Taimiyah didalam kitabnya Majmu’at fatawa edisi Raja Saudi Arabi Malik Khalid bin ‘Abdul ‘Aziz sebagai berikut:

“Ibnu Taimiyyah telah ditanya mengenai pendapat beliau mengenai perbuatan berkumpul beramai-ramai berdzikir (secara jahar), membaca al-Quran berdo’a sambil menanggalkan serban dan menangis sedangkan niat mereka bukanlah karena ria’ ataupun menunjuk-nunjuk tetapi hanyalah karena hendak mendekat- kan diri kepada Allah swt. Adakah perbuatan-perbuatan ini boleh diterima? Beliau menjawab, ‘Segala puji hanya bagi Allah, perbuatan-perbuatan itu semua- nya adalah baik dan merupakan suruhan didalam Shari'a (agama) untuk berkumpul dan membaca al-Quran dan berdzikir serta berdo’a’."

Sebagian golongan ini juga melarang kumpulan majlis dzikir dengan berdalil suatu riwayat bahwa Umar bin Khattab ra. mencambuk suatu kaum yang berkumpul karena kaum ini berdo’a untuk kebaikan kaum muslimin dan para pemimpin ! Dengan demikian mereka melarang semua bentuk berdzikir secara jahar.

Umpama riwayat tersebut benar-benar ada dan shohih, kita harus meneliti dahulu apa sebab Umar bin Khattab ra melarang mereka berkumpul untuk berdo’a kebaikan tersebut, sehingga tidak langsung menghukum semua berkumpulnya manusia untuk do’a kebaikan itu dilarang. Dengan demikian nantinya riwayat ini berlawanan dengan firman Allah swt (hadits Qudsi) dan hadits-hadits Rasul saw mengenai keutamaan berdo’a dan halaqat (kumpulan dzikir) ! Dzikir dan do’a itu termasuk amalan ibadah yang sangat dianjurkan baik oleh Allah swt. maupun Rasul saw.. Tidak ada penentuan/ kewajiban dalam syariat tentang cara-cara berdzikir dan berdo’a boleh dilakukan secara berkumpul ataupun secara individu !

Penafsiran mereka seperti itu adalah sangat sembrono sekali, karena ini bisa mengakibatkan orang akan merendahkan sifat Umar bin Khattab, sehingga orang-orang non muslim maupun muslim akan mensadiskan beliau karena mencambuk (tanpa alasan yang tepat) orang yang berkumpul hanya karena berdo’a kebaikan untuk muslimin dan pemimpinnya. Hati-hatilah!

Juga golongan ini mengatakan ada riwayat dari Bukhori yang berkata ada suatu kaum/kelompok setelah melaksanakan sholat Magrib seorang dari mereka berkata: “Bertakbirlah kalian semua pada Allah seperti ini…. bertasbihlah seperti ini….dan bertahmidlah seperti ini…maka Ibnu Mas’ud ra mendatangi orang ini dan berkata:….sungguh kalian telah datang dengan perkataan bid’ah yang keji atau kalian telah menganggap lebih mengetahui dari sahabat Nabi.”

Riwayat diatas ini dibuat juga oleh golongan pengingkar sebagai dalil untuk melarang semua kumpulan majlis dzikir, alasan seperti ini juga tidak tepat sama sekali. Pertama kita harus mengetahui dahulu kalimat takbir, tasbih atau tahmid apa yang diperintahkan orang tersebut pada sekelompok muslimin itu. Kedua umpama bacaan takbir, tasbih, tahmid serta cara pemberitahuan sesuai yang dianjurkan oleh Nabi saw. maka tidak mungkin Ibnu Mas’ud ra akan melarangnya, karena Rasul saw. sendiri meridhoi dan menganjurkan dzikir berkelompok. Ketiga, kelompok tersebut belum melakukan dzikir yang diperintahkan oleh orang itu, oleh karenanya Ibnu Mas’ud bukan tidak menyenangi kumpulan dzikir dan bacaannya tapi beliau tidak menyenangi cara pemberitahuan orang tersebut kepada kelompok itu, yang seakan-akan mewajibkan kelompok tersebut untuk mengamalkan hal tersebut, karena dzikir adalah amalan-amalan sunnah/bukan wajib !!

Jadi janganlah kita main pukul rata mengharamkan semua jenis kelompok dzikir secara jahar karena larangan sebagian sahabat pada kelompok manusia tertentu, tapi kita harus meneliti motif atau sebab apa dzikir tersebut pada waktu itu dilarang oleh sahabat. Dengan demikian kita tidak akan kebingungan atau kesulitan untuk mengamalkan hadits Rasul saw. lainnya yang membolehkan untuk berdzikir secara jahar dan berkelompok, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ulama-ulama pakar Imam Nawawi, Ibnu Hajr , Imam Suyuthi serta lain-lainnya dan hadits-hadits yang telah saya kutip dibuku ini.

Berdzikir baik secara jahar maupun lirih kedua-duanya mempunyai dalil dan semuanya mustahab/baik. Begitu juga bila ada sebagian ulama pakar tidak menyenangi berdzikir secara jahar atau secara lirih itu tidak berarti semua dzikir secara jahar atau lirih itu haram diamalkan ! Tidak lain hal tersebut tergantung pada pribadi ulama itu masing-masing atau tergantung pada situasi lokasi dan tempat untuk berdzikir tersebut.

Saya tambahkan lagi hadits yang shohih menganjurkan manusia untuk membaca Talbiyah dan Tahlil secara jahar pada waktu musim haji, yang mana Talbiyah dan Tahlil juga termasuk dzikir pada Allah swt. Hadits dari Khalad bin Sa’id Al Anshori dari Bapaknya bahwa Nabi saw bersabda:

“Jibril datang kepadaku lalu menyuruhku untuk memerintahkan kepada sahabatku atau kepada orang-orang yang bersamaku agar mengeraskan suara dengan Talbiyah dan tahlil”. ( Riwayat Abu Dawud nr.1797, Tirmidzi nr.829, Nasa’i dalam bab mengeraskan suara ketika berihram, Ibnu Majah nr.2364, Imam Malik dalam Al Muwattha hadits nr.34). Menurut Imam Syafii Takbir dan Tahlil dalam haji ini boleh diamalkan secara jahar baik dimasjidil Haram atau dilapangan.

Kalau dzikir Talbiyah dan Tahlil secara jahar yang dilakukan oleh berjuta-juta jamaah haji secara berkelompok-kelompok malah dianjurkan dan tidak dilarang, apalagi dzikir secara jahar yang hanya dilakukan oleh kelompok lebih sedikit jumlahnya dari itu, apa salahnya dalam hal ini..?. Wallahu a'lam.

Contoh zaman sekarang yang bisa kita dengar dan beli kaset-kaset al-Qur’an, qosidah-qosidah (bacaan sholawat Nabi saw. dan lain-lain) semuanya termasuk dzikir yang dijual dan dikumandangkan diseluruh dunia Saudi Arabia, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Marokko, Mesir dan lain lain baik di negara yang anti maupun yang senang bacaan dzikir secara jahar. Kalau semua ini misalnya mungkar dan dilarang maka akan ditegur atau dikecam oleh ulama-ulama pakar di negara tersebut. Tapi sampai detik ini tetap berjalan dan malah lebih banyak lagi toko-toko yang jual kaset-kaset tersebut karena banyak peminatnya.

Insya Allah dengan beberapa firman Allah swt. serta hadits-hadits diatas kita dapat mengambil manfaatnya dan mengerti serta jelas apa yang dianjurkan oleh Allah swt. melalui perantara junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. Dengan demikian insya Allah saudara-saudara kita muslimin yang belum pernah menghadiri atau mendapat kesalahan informasi mengenai kumpulan dzikir, baca tahlil/yasinan dan sebagainya ini akan diberi taufiq oleh Allah swt. serta bisa menghadiri majlis dzikir yang penuh berkah atau setidaknya tidak akan mencela, mensyirikkan dan mensesatkan orang yang mengamalkan ini, tidak lain hanya akan menambah dosa saja.Dengan demikian hubungan silatorrohmi dengan saudara-saudara muslimin lainnya tidak akan terputus.

Tambahan... Dalil Tentang Hadits Dzikir (Termasuk yg Jahar)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling, mereka mengikuti majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemui majelis yang didalamnya ada dzikir, maka mereka duduk bersama-sama orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jamaah itu dengan sayap-sayap mereka, sehingga memenuhi ruangan antara mereka dengan langit dunia, jika para jamaah itu selesai maka mereka naik ke langit (HR Bukhari no. 6408 dan Muslim no. 2689)

Abdullah Ibnu Abas r.a berkata: “semasa zaman kehidupan Rosulullah(SAW) adalah menjadi kebiasaan untuk orang ramai berdzikir dengan suara yang kuat selepas berakhirnya sholat berjamaah(HR.Bukhori)

Abdullah Ibnu Abas r.a berkata:”Apabila aku mendengar ucapan dzikir, aku dapat mengetahui bahwa sholat berjamaah telah berakhir(HR.Bukhori)

Abdullah Ibnu Zubair r.a berkata:”Rasululloh(SAW) apabila melakukan salam daripada solatnya, mengucap doa/zikir berikut dengan suara yang keras-”La ilaha illallah…”(Musnad Syafi’i)

Sahabat Umar bin Khattab selalu membaca wirid dengan suara lantang, berbeda dengan Sahabat Abu Bakar yang wiridan dengan suara pelan. Suatu ketika nabi menghampiri mereka berdua, dan nabi lalu bersabda: Kalian membaca sesuai dengan yang aku sampaikan. (Lihat al-Fatâwâ al-hadîtsiyah, Ibnu Hajar al-Haitami, hal 56)...jazaakumullah sahabatku Fillah.

READ MORE - DASAR ZIKIR BERJAMAAH

Date Conversion
Gregorian to Hijri Hijri to Gregorian
Day: Month: Year
 
 
 
Iman itu tidak stabil, terkadang naik terkadang turun,
yang mempengaruhi naiknya iman adalah beribadah kepada Alloh sedangkan yang mempengaruhi turunya iman adalah maksiat